Ternate (ANTARA News) - Ekonom dari Bank BNI A Tony Prasetiono, Minggu, memprediksikan nilai tukar rupiah akan stabil di angka Rp10.000 per dolar AS. "Nilai tukar saat ini yang berada pada kisaran Rp11.000 hingga Rp12.000 per dolar AS masih fluktuatif dan nantinya akan turun dan stabil di kisaran Rp10.000," kata Tony, saat acara dialog dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Indonesia Timur Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Ternate. Menurut Tony, angka Rp10.000 per dolar AS dianggap paling "sustainable" dan diterima oleh pasar. Dia bahkan menganggap rupiah berada di angka Rp9.000 dolar AS terlalu kuat yang kurang menarik buat para eksportir. "Tanya saja kepada eksportir, pasti rupiah yang kuat kurang menarik baginya, "jelasnya. Tony juga tidak berharap rupiah berada di kisaran Rp12.000 per dolar AS karena banyak pengusaha yang kesulitan, terutama yang memiliki utang dolar AS. "Ya saya kira yang ideal berada di angka Rp10.000-an," tambahnya. Menanggapi hal ini, Presiden Direktur Bosowa Corporation, Erwin Aksa mengungkapkan bahwa kestabilan nilai tukar rupiah akan membuat pelaku usaha bisa memprediksi kebutuhan atas dolarnya. Erwin juga berharap kepada Bank Indonesia agar bisa melakukan prediksi yang tepat atas nilai tukar rupiah tiga bulan ke depan. "Selama ini BI tidak bisa memprediksi berapa besaran nilai tukar rupiah, sehingga membuat para pengusaha melakukan pembelian dolar walaupun belum digunakan," katnya. Dia juga melihat banyak pengusaha yang melakukan aksi beli dolar ini karena tidak adanya jaminan dari BI atas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tersebut. "Mereka membeli dolar AS mumpung dolar masih Rp10.000 karena BI tidak bisa memberikan jaminan kisaran pasti nilai tukar rupiah kita," jelasnya. Untuk itu, prediksi nilai tukar ini diperlukan pengusaha untuk melakukan perencanaan pembayarannya, kalau tidak adanya kestabilan nilai tukar akan mempengaruhi kondisi perusahaan itu sendiri. (*)
Copyright © ANTARA 2008