Jakarta (ANTARA News) - Menandai Ulang Tahun ke-40 Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) pada Senin, 10 November Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) akan menggelar Pidato Kebudayaan I Gusti Agung Ayu Ratih.Pidato kebudayaan ini digelar DKJ setiap tahun bertepatan dengan ulang tahun PKJ TIM, kata salah satu staf DKJ, Lina kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu.Pidato ini merupakan agenda penting yang mengupas tuntas berbagai permasalahan sosial, budaya, politik, hukum, dan lain sebagainya khususnya jika masalah itu dipandang dari sudut kesenian.Acara tersebut juga akan dimeriahkan pentas musik yang dimainkan oleh Balawan dan sambutan oleh Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Marco Kusumawijaya. Kali ini pidato kebudayan akan mengetengahkan tema "Kita, Sejarah, Kebhinekaan" yang akan dibacakan I Gusti Agung Ayu Ratih, yakni seorang intelektual yang menyabet gelar Master of Arts dari University of Wisconsin-Madison, USA (1993). Ia juga terlibat dalam dalam tim ahli anti kekerasan pada wanita di Komnas Perempuan pada 2005-2007. Pidato Gung Ayu, demikian ia biasa disapa, secara garis besar juga akan menyoal keberagaman yang dimiliki Indonesia hingga RUU Pornografi yang baru saja disahkan pemerintah dan menuai banyak protes sejumlah kalangan. Ia dilahirkan di lingkungan Puri Kapal Kaleran, Mengwi, Bali, pada 19 Maret 1966. Ia adalah seorang cendekiawan yang mendasarkan pemikiran-pemikirannya pada penelitian berwawasan sejarah yang mendalam dan kritis, sambil terlibat secara intensif dalam praktik-praktik kebudayaan sehari-hari. Gung Ayu mengenyam pendidikan dasar di SD Laboratorium IKIP Malang (1976), pendidikan menengah di SMPK St. Maria II (1980) dan SMAK St. Albertus (1983). Setelah menamatkan S1 di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Malang (1989), ia melanjutkan studi di bidang sejarah dan sastra perbandingan di Program Studi Asia Tenggara, University of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat dan memperoleh gelar Master of Arts. Sekembalinya dari AS pada 1994 ia bekerja sebagai peneliti di Yayasan Pusat Studi HAM (YAPUSHAM) dan ikut mendirikan Jaringan Kerja Budaya (JKB)di Jakarta. Di saat gerakan reformasi mulai berkembang ia aktif membantu pengembangan Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK), Forum Solidaritas untuk Timor Lorosae (FORTILOS), Sanggar Anak Akar, dan Suara Ibu Peduli. Sejak 2000 bersama dengan beberapa orang sejarawan ia mengorganisir penelitian sejarah lisan tentang pengalaman korban Tragedi 1965, serta membangun perpustakaan dan arsip suara yang menjadi basis pendirian Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI). Disamping itu, ia bekerja sebagai konsultan bagi sejumlah organisasi dan menulis artikel untuk surat kabar, majalah, dan jurnal di dalam dan di luar Indonesia. Sekarang ia memimpin ISSI dan memusatkan perhatiannya pada penelitian tentang sejarah kebudayaan dan gerakan perempuan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008