Denpasar (ANTARA News) - Puluhan turis asing dan warga setempat yang sejak semalaman melakukan renungan di Monumen "Ground Zero", yakni titik ledakan bom Bali 2002 di Legian Kuta, Bali, tampak banyak meneteskan air mata. Air mata penuh haru disertai kumandang doa puji syukur kepada Tumah Yang Maha Esa, keluar dari mulut hadirin beberapa saat setelah mereka mendengar kabar bahwa Amrozi dan kawan-kawan telah dieksekusi. Wartawan ANTARA dari Kuta melaporkan, menyikapi kabar yang menyebutkan tiga terpidana mati kasus bom Bali 2002 telah menemui ajal, tak pelak membuat beberapa peserta renungan berteriak histeris. "Oh my God, Oh my God...," pekik wanita asal Australia yang keluarganya tewas di "Ground Zero" pada peristiwa enam tahun silam itu. Sambil memeluk bagian kaki monumen, wanita tengah baya tersebut tampaknya tak kuasa menahan tangis dan emosinya. Dengan mengucap kata sejadi-jadinya, "bule" tersebut akhirnya tampak terkulai lemas, sehingga harus dipapah meninggalkan "Ground Zero" oleh beberapa teman senasibnya. Renungan yang dilakukan beberapa janda dan keluarga bom Bali I, baik dari dalam maupun luar negeri, dirangkaikan dengan acara menunggu detik-detik eksekusi untuk Amrozi dan kawan-kawan. Beberapa keluarga korban mengaku gembira mendengar Amrozi, Muklas dan Imam Samudra telah dieksekusi di Nusakambangan, Jawa Tengah, Minggu dinihari. "Kita gembira bukan semata-mata karena dendam dan benci, melainkan karena pemerintah telah mampu menegakkan keadilan yang sesungguhnya di negeri ini," kata Ny Hayati Eka Laksmi, janda yang suaminya tewas di Legian Kuta. Sejumlah janda bom Bali yang lain, senada mengaku lega menyaksikan siaran televisi yang menyebutkan tiga terpidana mati bom Bali 2002 telah dieksekusi. "Itu artinya, nyawa telah dibalas dengan nyawa," kata Wayan Suci, dengan nada yang terkesan emosional. Usai renungan yang diikuti tabur bunga, para peserta tampak membubarkan diri dengan tertib di bawah pengamanan petugas yang terus mondar-mandir di kawasan obyek wisata internasional Kuta. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008