Pontianak (ANTARA News) - Perburuan terhadap satwa langka di Indonesia akan semakin marak seiring mencuatnya wacana jaminan Rp1 miliar untuk pemberian izin pemeliharaan dari Pemerintah. Koordinator Yayasan Titian Yuyun Kurniawan di Pontianak, Jumat, mengatakan, potensi kerugian Indonesia dari perdagangan tanaman dan satwa langka setiap tahun mencapai puluhan triliun rupiah. "Kebijakan itu akan memicu para pemburu karena adanya jaminan membuat orang-orang kaya berani membayar untuk hobi dan gengsi," kata Yuyun. Ia menambahkan, di berbagai negara maupun aturan hukum Indonesia tidak ada yang melegalisasi pemeliharaan untuk tanaman dan satwa langka. Pasal 34 Peraturan Pemerintah (PP) No 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar menyatakan bahwa ada sebelas satwa langka dilindungi yang izin kepemilikannya sangat ketat dan melalui persetujuan Presiden. Sebelas satwa itu yakni Anoa, Babi Rusa, Badak Jawa, Badak Sumatera, Biawak Komodo, Cendrawasih, Elang Jawa, Harimau Sumatera, Lutung Mentawai, Orangutan dan Owa Jawa. Pemeliharaan juga terbatas pada lembaga konservasi, lembaga penelitian, untuk pertukaran satwa. "Bukan kepada individu," kata Yuyun Kurniawan. Ia mengatakan, meski belum ada legalisasi terhadap jaminan Rp1 miliar untuk pemeliharaan satwa langka, namun akan mendorong terbitnya aturan hukum sebagai dasar hukumnya. "Apabila wacana kebijakan ini berlanjut dan direalisasikan menjadi salah satu kebijakan di Departemen Kehutanan, maka telah terjadi penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan sekelompok orang," katanya. Species Officer WWF-Indonesia Kantor Putussibau, Albertus Tjiu mengatakan, untuk Pulau Kalimantan wacana tersebut adalah ancaman kelangsungan hidup oranguta. "Jumlahnya menyusut semakin tajam. Selain karena penebangan hutan di habitat mereka, juga perburuan orangutan," kata dia. Jumlah orangutan Kalimantan saat ini diperkirakan sebanyak 54 ribu ekor yang tersebar di sebagian besar Indonesia dan hanya sedikit di Sarawak dan Sabah, Malaysia. Data dari Yayasan Titian, wacana jaminan Rp1 miliar itu muncul dari pernyataan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, Raden Bagus Darori. Alasannya, dengan dipelihara orang kaya akan lebih menjamin kelangsungan hidup satwa langka dibanding di alam yang rentan perburuan dan diperdagangkan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008