Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan yang benar-benar menggenjot investasi asing untuk masuk secara langsung dan jangan bergantung kepada faktor konsumsi domestik, dalam rangka mengatasi volatilitas perekonomian global.
Anggota Komisi XI DPR RI Junaidi Auly dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu, menyatakan bahwa pemerintah masih belum optimal dalam rangka mengelola turbulensi ekonomi global.
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, hal tersebut mengakibatkan sejumlah aspek gagal mencapai target pada tahun 2019 seperti pertumbuhan ekonomi yang masih sekitar 5 persen.
Baca juga: Sri Mulyani: RI fokus jaga konsumsi domestik, hadapi tantangan global
Bila pertumbuhan ekonomi tidak beranjak dari 5 persen, lanjutnya, maka Indonesia berpotensi masuk pada kelompok negara-negara "middle income trap".
"Turbulensi ekonomi global telah memukul berbagai sektor di Indonesia, mulai dari ekspor, investasi, hingga bermuara pada perlambatan pertumbuhan ekonomi," katanya.
Ia mengingatkan bahwa pemerintah sudah seharusnya memiliki sejumlah langkah strategis guna mendorong laju perekonomian, apalagi peranan perdagangan internasional pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 18 hingga 20 persen, sisanya peranan ekonomi domestik.
Dengan demikian, masih menurut dia, ruang untuk bergerak lebih cepat sebetulnya tersedia.
Baca juga: ADB: Konsumsi domestik topang pertumbuhan ekonomi pada 2019 dan 2020
Junaidi juga berpendapat bahwa ketergantungan terhadap konsumsi rumah tangga untuk kinerja ekonomi domestik dinilai tidak akan memberikan nilai tambah signifikan bagi perekonomian nasional.
Sebagaimana diwartakan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengharapkan iklim investasi mampu mendongkrak industri nasional pada 2020 yang pada akhirnya dapat berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Di 2020, meskipun iklim ekonomi dan investasi dunia masih akan sulit, Indonesia berpeluang mengkoreksi tren ini dengan melakukan perubahan drastis terhadap iklim investasi nasional melalui kebijakan omnibus law dan kebijakan insentif pajak untuk investasi," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani dihubungi di Jakarta, Selasa (31/12).
Sepanjang 2019, lanjut Shinta, industri masih belum mengalami pertumbuhan menggembirakan baik dari sisi pertumbuhan maupun kontribusinya terhadap ekonomi nasional, karena ekosistem investasi nasional masih belum mendukung revitalisasi industri maupun pendalaman industri diinginkan.
"Ini terlihat jelas dari tren kontribusi industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang masih bergerak stagnan dan cenderung turun di sepanjang 2019," ujar Shinta.
Untuk itu, ujar dia, kebijakan dibentuknya omnibus law dan pemberian insentif pajak dinilai akan menjadi angin segar untuk memperbaiki iklim investasi nasional sehingga memikat para investor masuk ke Indonesia.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020