Tel Aviv, (ANTARA News) - Gedung Putih untuk pertama kalinya, Kamis, mengakui bahwa Israel dan Palestina tidak mungkin mencapai perjanjian perdamaian sebelum Presiden AS berganti.Menlu AS Condoleezza Rice, yang memulai kunjungan empat hari ke Timur Tengah, mengatakan keputusan Israel untuk mengadakan pemilihan parlemen, yang dijadwalkan 10 Februari, telah menciptakan "situasi yang berbeda" yang membuat negara itu "sangat sulit" untuk sampai pada perjanjian.Di Washington, jurubicara Gedung Putih Dana Perino juga menyampaikan keraguan kuat mengenai prospek perjanjian itu, dengan mengatakan: "Kami tidak berpikiran bahwa kemungkinn itu (perjanjian) akan terjadi sebelum akhir tahun".Bush mengharapkan perjanjian pada akhir masa jabatannya akan menopang peninggalan yang dibebankan oleh perang di Irak. Namun pembicaraan perdamaian yang dilancarkan hampir setahun lalu pada satu konferensi di Annapolis, Maryland, berjalan pincang dari awal akibat kekerasan dan perselisihan sengit mengenai pembangunan permukiman Yahudi dan masa depan Jerusalem.Para pejabat AS mengatakan Rice, yang perjalanannya akan mencakup pemberhentian di wilayah Palestina, Yordania dan Mesir, tidak merencanakan untuk menyampaikan usulannya sendiri guna memperjuangkan perjanjian pada menit terakhir."Israel sedang dalam pertengahan pemilihan dan itu membatasi kemampuan pemerintah untuk menyimpulkan apa konflik intinya...bagi Israel dan Palestina serta telah selama 40 tahun," kata Rice pada wartawan ketika ia terbang ke Tel Aviv, tempat ia bertemu dengan PM Israel Ehud Olmert dan Menlu Tzipi Livni.Sementara pembicaraan perdamaian Israel-Palestina akan diteruskan tahun depan, ketidaktentuan politik Israel dan kemenangan Barack Obama dalam pemilihan presiden AS Selasa telah menyebabkan pemerintah Bush dengan pengaruh terbatas pada hari-hari menjelang pengunduran dirinya. Obama akan menjabat pada 20 Januari.Rice menjelaskan tujuannya adalah untuk meletakkan dasar bagi berlanjutnya pembicaraan, tapi ia mengatakan bahwa bagaimana pemerintah Bush akan menyerahkan proses itu sebagai "pertanyaan yang belum terjawab".Ia mengatakan para pemimpin Israel dan Palestina akan "mengiyakan bahwa proses Annapolis, dan kerangka kerjanya, merupakan dasar yang sunguh-sungguh di mana mereka yakin mereka dapat menyelesaikan konflik mereka, ... tanpa menghiraukan tenggat waktu siapapun".(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008