Washington (ANTARA) - Massa yang geram atas serangan udara AS terhadap Irak melemparkan batu dan membakar pos keamanan di Kedutaan Besar AS di Baghdad pada Selasa (31/12).

Serangan itu memicu bentrokan dengan penjaga keamanan sekaligus membuat Amerika Serikat memutuskan untuk mengirim pasukan tambahan ke Timur Tengah.

Serentetan protes, yang dipimpin oleh milisi dukungan Iran, menjadi tantangan baru bagi kebijakan luar negeri Presiden AS Donald Trump, yang masuk dalam bursa pencalonan presiden pada 2020. Ia mengancam akan membalas perbuatan Iran.

Departemen Luar Negeri menyebutkan staf diplomatik yang berada di dalam gedung kedutaan aman dan tidak ada rencana untuk mengevakuasi mereka.

Penjaga Kedubes AS menggunakan granat setrum dan juga gas air mata untuk mengusir massa, yang menyerbu dan membakar pos keamanan di pintu masuk tanpa menerobos latar utama.

Pentagon menyebutkan bahwa, selain mengirim Marinir untuk melindungi personel kedutaan, sekitar 750 tentara dari Divisi Lintas Udara 82 akan diterjunkan ke Timur Tengah dan bahwa pasukan tambahan siap dikerahkan untuk beberapa hari ke depan.

"Pengerahan ini merupakan tindakan tepat sekaligus tindakan pencegahan yang diambil untuk menanggapi tingginya ancaman terhadap personel dan fasilitas AS, seperti yang kita saksikan di Baghdad hari ini," kata Menteri Pertahanan AS Mark Esper melalui pernyataan.

Pejabat AS, yang identitasnya dirahasiakan, menyebutkan bahwa 750 tentara awalnya akan berbasis di Kuwait. Pejabat itu mengatakan sebanyak 4.000 anggota pasukan dapat dikirim ke kawasan tersebut dalam beberapa hari ke depan jika diperlukan.

Lebih dari 5.000 prajurit AS ditempatkan di Irak guna mendukung pasukan setempat.

Sumber: Reuters

Baca juga: Arab Saudi kecam serangan terhadap pasukan AS di Irak

Baca juga: Sejumlah roket menghantam pangkalan militer AS di Irak

Baca juga: Ulama Syiah Irak siap kerja sama dengan musuh politik usir AS

Irak: BBM Subsidi Untungkan Orang Kaya

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020