Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan bahwa pendekatan dengan cara kekerasan untuk mendisiplinkan siswa di lingkungan sekolah akan berdampak buruk terhadap tumbuh kembang mereka.
"Itu juga tidak akan membuat si anak menghentikan perilakunya," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa kekerasan di lingkungan satuan pendidikan sepanjang 2019 terus terjadi, mulai dari kekerasan verbal, kekerasan psikis, kekerasan fisik dan kekerasan seksual.
Baca juga: KPAI dorong peran semua pihak cegah kekeraaan seksual anak di sekolah
Hasil pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) masih menemukan fakta bahwa banyak guru dan banyak sekolah hanya tahu cara menangani siswa yang dianggap “nakal” dengan menghukum mereka secara fisik.
Mendidik dan mendisiplinkan siswa diyakini hanya bisa dilakukan dengan kekerasan berupa hukuman. Padahal pendekatan kekerasan dalam mendisiplinkan siswa akan berdampak buruk bagi tumbuh kembang mereka. Selain itu, tindak kekerasan tersebut juga tidak akan membuat siswa menghentikan perilakunya.
Retno menekankan juga bahwa dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa anak-anak yang diasuh, dididik dan didisiplinkan dengan kekerasan akan dapat mendatangkan berbagai dampak negatif bagi perkembangan mereka secara psikologis dan secara fisik.
Perkembangan emosi anak usia dini dan tahap perkembangan afektif mereka pun akan sangat terpengaruh.
Dampak dari tindak kekerasan tersebut bisa mendatangkan trauma yang berkepanjangan sehingga anak tidak menikmati masa kecilnya walaupun telah mendapatkan pertolongan yang tepat.
Trauma tersebut juga akan akan terbawa hingga dewasa, karena dampak kekerasan seperti itu biasanya akan berlangsung dalam waktu yang lama dan tidak dapat dilihat seketika peristiwa terjadi.
Baca juga: Di satuan pendidikan pada 2019, KPAI catat 21 kasus kekerasan seksual
Berdasarkan penelitian KPAI, sedikitnya ada 15 dampak kekerasan pada anak yang diasuh, dididik dan disiplinkan dengan cara kekerasan, baik di rumah maupun di sekolah.
Dampak-dampak dari tindak kekerasan tersebut di antaranya akan membentuk mental anak sebagai korban. Anak yang mendapat perlakuan keras juga cenderung akan melakukan kekerasan.
"Anak yang menjadi korban kekerasan justru bisa berubah menjadi pelaku kekerasan tersebut," katanya.
Kemudian, aksi kekerasan yang dilakukan terhadap anak juga akan menurunkan kepercayaan diri mereka, karena mereka merasa ketakutan untuk melakukan sesuatu yang salah dan pada gilirannya mereka akan mengalami kekerasan lagi.
Selain itu, aksi kekerasan juga akan menyisakan trauma, perasaan tidak berguna sehingga bersikap murung dan sulit mempercayai orang lain.
Mereka juga akan cenderung bersikap agresif, depresi, sulit mengendalikan emosi, sulit berkonsentrasi, cenderung mengalami luka, cacat fisik atau kematian.
Anak yang mendapat perlakuan keras juga akan mengalami kesulitan untuk tidur, menderita gangguan kesehatan dan pertumbuhan, kecerdasannya tidak berkembang dengan baik dan cenderung menyakiti diri sendiri atau bahkan ingin mencoba bunuh diri.
Dampak kekerasan terhadap anak tersebut tidak hanya berasal dari kekerasan fisik semata, melainkan juga berasal dari kekerasan emosional dan keduanya sama buruknya karena dapat mengganggu perkembangan emosional serta fisik anak, selain juga dapat mengganggu proses tumbuh kembang, termasuk mengganggu perkembangan kecerdasannya.
"Oleh karena itu, sudah seharusnya sekolah yang merupakan lembaga pendidikan bisa menerapkan langkah-langkah zero kekerasan," katanya.
Baca juga: KPAI sebut kekerasan seksual pada anak di sekolah meningkat
Baca juga: KPAI sebut kekerasan fisik terhadap anak di sekolah cukup mengerikan
Baca juga: KPAI: Ajarkan agama pada anak dengan cara yang baik
Pewarta: Katriana
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019