"Karena sampai pukul 18.00 WITA, belum juga ada KPK menyatakan banding, maka putusan perkara milik kedua terdakwa sudah inkrah," kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Tipikor Mataram Fathur Rauzi, di Mataram, Senin.

Mataram (ANTARA) - Putusan Pengadilan Negeri Tipikor Mataram perihal perkara pidana dua terdakwa kasus suap Imigrasi Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) telah resmi berstatus inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

"Karena sampai pukul 18.00 WITA, belum juga ada KPK menyatakan banding, maka putusan perkara milik kedua terdakwa sudah inkrah," kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Tipikor Mataram Fathur Rauzi, di Mataram, Senin.
Baca juga: Jaksa KPK temukan fakta baru kasus suap Imigrasi Mataram

Menurutnya, pada saat putusan dibacakan ketua majelis hakim Isnurul Syamsul Arief pada pekan lalu, Senin (23/12), Jaksa KPK menyatakan masih pikir-pikir dan akan lebih dulu berkoordinasi dengan pimpinannya.

Sedangkan dari pihak terdakwa, Kurniadie, mantan Kakanim Mataram beserta mantan anak buahnya, Yusriansyah Fazrin, mantan Kasi Inteldakim Mataram, sebelumnya dalam sidang putusan menyatakan menerima hasil persidangan dan tidak mengajukan upaya hukum banding terkait putusan tersebut.

"Karena, pada persidangan dia sudah menerima vonis hakim, jadi yang ditunggu itu hanya dari jaksa yang pikir-pikir," ujar dia pula.
Baca juga: Mantan Kasi Inteldakim Mataram divonis 4 tahun penjara

Dalam putusan kedua terdakwa, majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa KPK.

Untuk Kurniadie, divonis lima tahun penjara dengan denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan. Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa selama tujuh tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Sedangkan untuk Yusriansyah Fazrin, divonis empat tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa selama lima tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Baca juga: Hakim vonis mantan Kakanim Mataram lima tahun penjara

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019