“Otonomi daerah kita ini kan diberikan dari pusat, anggarannya juga dari sana, jadi meski ada tekanan, perlu sanksi lebih tegas terhadap daerah yang gagal menetapkan APBD-nya,” katanya kepada Antara di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin.
Baca juga: Dua kabupeten di NTT gagal tetapkan APBD 2020
Dia mengatakan hal itu terkait dua kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni Timor Tengah Utara dan Rote Ndao yang gagal menetapkan APBD 2020 hingga batas waktu yang ditentukan pada 30 November 2019.
Menurut dia, sesuai aturan, kegagalan penetapan APBD bisa berdampak pada adanya sanksi kepada kepala daerah maupun DPRD yang tidak digaji selama enam bulan.
Baca juga: Pemprov NTT optimistis penyerapan anggaran 2019 mencapai 90 persen
Namun, lanjut dia, perlu ada sanksi lain yang lebih tegas sehingga betul-betul dapat memberikan efek jera bagi penyelenggara pemerintah di daerah.
“Efeknya harus betul-betul membuat jera, karena selama ini sudah ada ancaman sanksi sesuai aturan tetapi setiap tahun selalu jadi masalah terkait APBD ini dan tentu dampaknya merugikan rakyat,” katanya.
Baca juga: Kemendagri-Kemenkeu: Pemda punya pilihan dukung kekurangan APBD
“Kepala daerah maupun DPRD itu dipilih oleh rakyat untuk mengurus rakyat, tapi justru membuat sulit rakyat,” kata Tuba Helan.
Ia mengatakan, kegagalan penetapan APBD juga menunjukkan kurangnya dukungan daerah terhadap pembangunan yang sedang digenjot pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Ketika APBD gagal ditetapkan, lanjut dia, maka pelaksanaan anggaran pembangunan harus menggunakan APBD tahun sebelumnya dengan jumlah yang terbatas.
“Artinya input anggaran dari pusat untuk mempercepat pembangunan di daerah tidak bisa digunakan sehingga tidak selaras antara pembangunan yang digiatkan pemerintah pusat dengan di daerah,” katanya.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019