Jakarta (ANTARA News) - Hingga Minggu siang, pelaksanaan eksekusi atas terpidana mati kasus Bom Bali I, Amrozi dan kawan-kawan, masih diliputi teka-teki, meski segala persiapan terus dilakukan dan pengamanan super ketat pun telah digelar sejak beberapa hari lalu. Pelabuhan Wijayapura yang menjadi pintu gerbang utama menuju Nusakambangan, sejak Sabtu pagi hingga Minggu dini hari, justru dipenuhi wartawan, baik dari dalam maupun luar negeri. Pengamanan menuju Pulau Nusakambangan kian ketat menyusul kian dekatnya pelaksanaan eksekusi mati Amrozi, Imam Samudra, dan Muklas. Sementara itu, tim jaksa eksekusi telah datang ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan sejak Jumat (31/10), untuk memproses aspek legal formal eksekusi mati. Semua area pelabuhan penyeberangan dari Cilacap menuju Nusakambangan kini dijaga ketat aparat kepolisian. Para pengunjung pulau penjara tersebut, termasuk warga sipil dan karyawan yang bekerja di Nusakambangan pun diperiksa secara detail dengan alat deteksi logam. Pengamanan ketat tersebut memperkuat spekulasi yang kini muncul bahwa eksekusi akan dilakukan dalam du hingga tiga hari mendatang. Satu unit helikopter dari Kepolisian Daerah Jawa Tengah juga disiagakan di Bandara Tunggul Wulung, Cilacap sejak Sabtu. Kepala Kepolisian Resor Cilacap, Ajun Komisaris Besar Teguh Pristiwanto mengatakan, helikopter tersebut disiapkan untuk menunjang pengamanan dan mengangkut logistik. Dia membantah, keberadaan helikopter tersebut untuk mengangkut tiga terpidana mati atau pun anggota keluarga mereka. "Pelaksanaan eksekusi semakin dekat. Tentunya kami membutuhkan helikopter ini untuk menunjang pengamanan. Selain itu, helikopter ini juga diperlukan untuk mengangkut logistik," kata Teguh. Peningkatan keamanan di wilayah Cilacap diakui Teguh menjelang eksekusi Amrozi dan kawan-kawan. Personel polisi brigade mobil disiagakan di sejumlah tempat, termasuk ratusan personel dan satu unit panser di Markas Kopassus Kesatrian Amirul Isnaini, Cilacap. Saat ditanya mengenai pelaksanaan eksekusi, Teguh mengaku tidak tahu karena hal tersebut menjadi kewenangan kejaksaan. Tim dari kejaksaan yang datang ke Nusakambangan sejak Jumat, belum kembali. Mereka masih memproses legalitas eksekusi dan penyerahan berkas. Sebagian staf kejaksaan dari Kejati Jateng yang ikut rombongan tim jaksa masuk ke Nusakambangan, Sabtu sore sempat terlihat kembali ke Cilacap. Beberapa di antaranya mengaku sedang mencari kebutuhan logistik tim jaksa yang masih ada di Nusakambangan. Sementara itu, Anggota Dewan Syuro Tim Pembela Muslim, Hasyim Abdullah, mengatakan, dia masih menunggu izin mengunjungi Amrozi dkk di LP Batu, Nusakambangan. Sedianya, TPM akan berkunjung Senin (3/11). Kunjungan tersebut diagendakan untuk menanyakan kepada Amrozi dkk, apakah berita acara pelaksanaan eksekusi sudah diserahkan. "Kalau melihat kondisinya sekarang pelaksanaan eksekusi ini serius. Karena itu, kami akan menanyakan itu. Tapi, mengenai pelaksanaan eksekusi kami tak mau berandai-andai," ujarnya, menambahkan. Selain dari unsur kepolisian, pengamanan juga dilakukan tim gabungan yang terdiri atas personel Komando Distrik Militer, Pangkalan Angkatan Laut, Detasemen Polisi Militer, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, dan Satuan Polisi Pamong Praja Cilacap. Komandan Regu Tim Gabungan, Pembantu Letnan Dua Budi Trisno, mengatakan, pembentukan tim gabungan ini atas instruksi Bupati Cilacap Probo Yulastoro, Sabtu. Titik-titik pengamanan di antaranya sejumlah pelabuhan penyeberangan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap Cilacap, kawasan industri, dan wilayah pesisir yang berdekatan dengan Nusakambangan. "Pengamanan dilakukan untuk menciptakan suasana kondusif di Cilacap, khususnya menjelang pelaksanaan eksekusi," ujar Budi. Peninjauan Kembali Sampai saat ini belum ada perkembangan terkait eksekusi atas Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra. Keluarga Amrozi menyatakan Minggu (2/11) Ali Fauzi akan ke Cilacap sedangkan Djakfar akan ke Denpasar setelah bertemu Tim Pembela Muslim di Surabaya. "Sesuai permintaan Tim Pembela Muslim (TPM) keluarga mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK). Ada keluarga yang mewakili ke Nusakamangan ada yang ke Pengadilan Negeri Denpasar," kata kakak Amrozi Ustad Khozin Minggu (2/11). Salah satu anggota TPM, Fahmi Bachmid menyebutkan sesuai surat edaran Nomor 1 Tahun 1986 tertanggal 26 Februari 1986, Nomor MA/pem/2057/2/86 berdasarkan pasal 2 ayat 2 Undang-undang nomor 3 tahun 1950 ditandatangani Ketua MA Ali Said yang pada intinya bila terpidana mati tidak mengajukan grasi, maka hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya atau Ketua PN karena jabatannya harus mengajukan grasi. "Tetapi sampai saat ini prosedur ini belum dilaksanakan oleh pengadilan negeri Denpasar, namun Amrozi cs tetap akan dieksekusi," katanya. Sebelumnya, Permohonan uji material UU No 2/Pnps/Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati oleh Tim kuasa hukum Amrozi cs ditolak oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Menanggapi putusan majelis hakim, kuasa hukum Amrozi cs, Ahmad Michdan, mengatakan akan tetap menghormati putusan Mahkamah Konstitusi. Tim kuasa hukum Amrozi cs melakukan uji materiil pasal 1 dan 14 ayat (3), (4) Udang-Undang Nomor 2/Pnps/ Tahun1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati karena menganggap bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Amrozi cs ingin dieksekusi dengan dipancung, bukan ditembak seperti yang berlaku di Indonesia. Amrozi cs tetap akan dieksekusi dengan ditembak karena uji materi tentang cara eksekusi mati ditolak MK. Atas putusan ini, Amrozi cs akan mengajukan PK. Salah satu kuasa hukum Amrozi Cs, Wirawan Adnan menuturkan, tim kuasa hukum akan menasihati keluarga Amrozi karena keluarga mempunyai hak untuk PK. "Sebenarnya masih ada peluang. Kita akan menasihati keluarga karena keluarga masih mempunyai hak untuk PK," jelas Wirawan. Atas putusan MK yang menolak uji materi UU No 2/Pnps/Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, lanjut Wirawan, MK harus memperbaiki UU. Meski demikian tim kuasa hukum Amrozi menghormati keputusan MK. Soal Kejaksaan yang segera mengeksekusi kliennya, Wirawan mengkritiknya. "Kita tidak pernah diberitahu. Sedangkan dalam UU Advokat, terpidana ada kewajiban untuk diberitahu. Bagaimana saya bisa gunakan hak (PK), kalau tidak dikasih tahu (jadwal eksekusi)," katanya Ikhlas Dari Lamongan dilaporkan Ibu Amrozi, Tariyem, didampingi Hajah Martiah dan Hajah Marjas Minggu (2/11) sekitar pukul 08.45 WIB memasuki kediaman Amrozi di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, nomor Rt 0 RW 03 nomor 381. Mereka ingin memberi dukungan moral kepada istri Amrozi. Tariyem yang menyatakan dirinya sehat sehabis sakit batuk, saat ditanya soal eksekusi, menjawab singkat, "Saya ikhlas dan pasrah saja". Sedangkan Ali, kerabat dari ayah Amrozi, almarhum Nur Hasyim, mengatakan mereka ingin memberi dukungan moral saja. Sementara sejumlah tetangga mengatakan kasihan kalau Amrozi dan Ali Ghufron harus ditembak. "Dalam Islam nggak boleh membunuh kecuali untuk jihad," kata Tasmiah. Sementara itu, kakak Amrozi Ustad Khozin Minggu menambahkan untuk mengunjungi ke Nusakambangan semakin sulit setelah diumumkan eksekusi di ambang pintu. "Dulu cukup ke departeman kehakiman sekarang juga harus izin ke dirjen hukum dan HAM," katanya. "Secara manusiawi kami tidak punya perasaan sedih. Kami bersyukur dan memohon kepada Allah adik-adik saya diperkenankan menemui ajal sebagaimana diumumkan jaksa agung (eksekusi mati). Mereka tetap cerah sedikitnya tidak punya rasa susah punya harapan melakukan tindakan seperti yang dituduhkan jaksa agung, terdorong kewajiban muslim untuk jihad fisabilillah, perangi orang kafir yang rusak citra muslim Indonesia," katanya. Menurut Khozin, dua adiknya siap dengan risiko apapun terhadap tindakannya sampai ajal. Mereka meyakini akan dapat predikat mujahid dan diberi kenikmatan luar bisa. "Mujahid digambarkan tidak mati, tidak pernah susah dan tetap hidup. Keluarga belum bicara soal pemakaman orang masih hidup masak bicara makam. Kalau jadi mayat otomatis wajib dimakamkan," katanya. Selama ini keluarga dapat dukungan moral dari beberapa pihak seperti dari departemen agama Lamongan, teman-teman satu korp dan anggota dewan yang mendoakan agar tetap tabah dan sabar. "Saya bertemu adik-adik saya terakhir September. Mereka berpesan dari awal ketika mereka sudah terkena hukuman mati meski tidak tahu eksekusi dilaksanakan. Seluruh keluarga diminta harus tetap komitmen untuk perjuangkan Islam walaupun sampai ajal sesuai kemapuan masing-masing. Mereka menjalani semata-mata perjuangkan Islam," kata Khozin. (*)

Copyright © ANTARA 2008