Solo, (ANTARA News) - Musisi Viky Sianipar bersama kelompoknya yang mengusung musik etnik Batak menjadi sajian paling akhir Solo International Ethnic Music Festival 2008 (SIEM) di Halaman Pura Mangkunegaran, Solo, Sabtu malam (1/11). Viky tampil membawakan beberapa komposisi diantaranya "Piso Surit" yang diambil dari album "Toba Dream I". Dalam penampilan perdana di Solo ini Viky mengaku sempat grogi bila memikirkan bagaimana raksi penonton terhadap penampilannya. "Ini penampilan saya pertama di Solo, terus terang saya sempat deg-degan sebelum naik panggung tadi, tapi ternyata Anda semua memberi sambutan yang meriah, terima kasih," ujarnya. Kepada penonton Viky menyampaikan bahwa dirinya tidak akan pernah berhenti untuk memainkan musik Batak yang menjadi akar budaya tempat kelahirannya. "Kalau bukan kita sebagai generasi muda yang melestarikan musik tradisi, siapa lagi yang akan melakukannya," kata Viky yang malam itu mengenakan kaos merah dipadu celana hitam. Selain Viky, musisi asal Denpasar yang juga peduli pada pelestarian musik etnik, Balawan seharusnya juga tampil di panggung SIEM. Sayangnya hingga acara berakhir Balawan tidak hadir. Balawan sebenarnya dijadwalkan manggung pada hari ketiga SIEM, namun karena pada hari itu hujan deras tak kunjung berhenti, Balawan akhirnya batal tampil. Pihak panitia memberikan waktu pada 1 November, namun Balawan tidak dapat hadir karena ada pekerjaan lain yang harus diselesaikannya. Hujan Seperti halnya pelaksanaan SIEM hari sebelumnya, hujan deras yang mengguyur Mangkunegaran dan sekitarnya membuat panitia akhirnya mengundurkan jadwal pertunjukan. Pada hari terakhir itu acara diundur dari seharusnya pukul 20.00 WIB menjadi 21.30 WIB. Meski mundur dari jadwal seharusnya, namun antusiasme warga Solo menyaksikan pagelaran ini sungguh luar biasa. Dalam keadaan hujan deras, ratusan orang masih setia dengan payung dan jas hujan mereka menunggu sampai hujan reda dan pertunjukan dimulai. Pemandangan semacam ini terjadi sejak hari pertama SIEM dan tidak satupun penonton yang berdiri dari kursi mereka meski hujan semakin deras dan lampu-lampu panggung dimatikan. Penutupan SIEM 2008 diawali dengan lagu "Indonesia Pusaka" yang dinyanyikan bersama oleh segenap panitia acara dan ratusan penonton di bawah rintik hujan. Selanjutnya kesenian tradisi karawitan oleh kelompok pimpinan Bambang SP dari Surabaya disusul penampilan kelompok asal Riau yang dipimpin musisi Nedy Winuza. Pertunjukan hari terakhir ini tampak lebih sepi dibanding hari-hari sebelumnya diduga karena persoalan cuaca yang terus mendung dan hujan. Sejak hari pertama, SIEM dipadati penonton hingga 10 ribu orang, namun pada hari terakhir hanya sekitar 5.000 saja. Ketua Panitia SIEM 2008, Bambang Sutejo mengatakan untuk sebuah festival besar di luar ruangan memang memerlukan pemilihan waktu yang tepat. "Seharusnya memang acara ini digelar Agustus lalu, namun karena ada acara Konferensi Internasional Kota-kota Warisan Dunia di Solo maka SIEM dirangkaikan sekaligus dengan acara konferensi," katanya. SIEM adalah festival musik etnik internasional yang menjadi agenda tahunan di Solo. Tahun ini penyelenggaraannya berlangsung mulai 28 Oktober hingga 1 November di Halaman Pura Mangkunegaran setiap pukul 20.00 hingga 23.35 WIB. Pementasan para musisi etnik dari Indonesia dan luar negeri dalam SIEM dimulai pada 2007 di area terbuka kawasan cagar budaya Benteng Vastenburg dan dilaporkan menyedot perhatian pengunjung hingga sekitar 50.000 orang selama empat hari penyelenggaraan. Sayangnya pada SIEM 2008 bertepatan dengan curah hujan yang cukup tinggi di Kota Solo sehingga sejak hari pertama pertunjukan diwarnai dengan hujan rintik.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008