Brisbane (ANTARA News) - Banyak warga negara Australia yang berniat berkunjung ke Indonesia menjelang pelaksanaan eksekusi tiga terpidana mati kasus bom Bali 2002, yakni Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudera, pada awal November menanyakan langsung kondisi keamanan di Tanah Air kepada Konsulat Jenderal RI di Sydney. "Sudah ada beberapa grup (warga Australia-red.) yang mengurungkan rencana kunjungan ke Indonesia menjelang pelaksanaan eksekusi Amrozi cs setelah mendengar adanya `travel advisory` (peringatan perjalanan), tapi banyak juga yang datang maupun menelepon kita (KJRI Sydney) untuk menanyakan kondisi Indonesia yang sebenarnya," kata Minister Counsellor Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya KJRI Sydney, Pratito Soeharyo. Kepada ANTARA yang menghubunginya dari Brisbane, Jumat, Pratito mengatakan mereka juga meminta saran tentang apa yang sebaiknya bagi mereka sebelum mereka mengambil keputusan, namun pada prinsipnya pihaknya menyerahkan keputusan akhir kepada mereka setelah menjelaskan kondisi kondusif Indonesia. "Kita menjelaskan tentang upaya pemerintah menjaga situasi keamanan yang kondusif. Yang pasti situasi sekarang ini tetap kondusif dan seperti yang sudah-sudah tidak ada gejolak-gejolak politik berkaitan dengan rencana eksekusi Amrozi cs. Kegiatan masyarakat kita pun normal-normal saja," kata Pratito. Dikatakannya, pihaknya sangat memahami kekhawatiran warga dan pemerintah Australia karena kunjungan wisatawan negara ini ke Indonesia, terutama Bali, sangat tinggi. Namun kekhawatiran mereka tentang kondisi keamanan Indonesia tidak berlebihan. Pratito mengatakan, pemberitaan media internasional tentang adanya rencana aksi pembalasan kelompok radikal di Indonesia jika ketiga pelaku serangan Bom Bali 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 orang warga Australia, itu jadi dieksekusi awal November ini menambah keragu-raguan sebagian orang Australia untuk berkunjung.Travel advisory level 4 Menjelang eksekusi ketiga pelaku bom Bali yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 orang warga Australia awal November mendatang, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia kembali menegaskan pemberlakuan peringatan perjalanan level empat bagi Indonesia kepada para warganya. Makna di balik peringatan perjalanan level empat itu adalah setiap warga Australia yang berniat berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia diminta untuk "mempertimbangkan kembali" rencana mereka karena alasan keamanan (ancaman terorisme). Menanggapi pemberlakuan peringatan perjalanan level empat menjelang eksekusi Amrozi cs ini, Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) Jakarta, Dr. Rizal Sukma, menyatakan Indonesia tidak perlu kebakaran jenggot karena kebijakan tersebut tidak lebih dari sekadar "political precaution" semata. Pemberlakuan "travel advisory" itu tidak lebih dari sekadar pencegahan politis (political precaution) pemerintah Australia untuk berjaga-jaga dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap warga negaranya yang akan mengunjungi Indonesia. Pemberlakuan peringatan perjalanan tersebut bisa saja mendorong beberapa warga Australia membatalkan rencana kunjungannya ke Indonesia. Namun tanpa peringatan perjalanan itu sekalipun, bisa saja banyak orang membatalkan rencana liburan mereka akibat krisis ekonomi global saat ini, katanya. Rizal Sukma berada di Australia untuk tampil sebagai pembicara utama bersama Ekonom yang juga Ketua Dewan Direktur Pusat Kajian Informasi dan Pembangunan (CIDES), Umar Juoro, dalam forum "Indonesia Briefing" di Universitas Sydney, 29 Oktober lalu. Sepanjang 2008, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI menargetkan 380 ribu orang wisatawan Autralia yang datang ke Indonesia, terutama Bali. Jumlah wisatawan Australia yang ditargetkan itu meningkat dibandingkan tahun 2007 yang tercatat 314.432 orang. (*)

Copyright © ANTARA 2008