Kupang (ANTARA News) - Batas wilayah perairan RI-Australia di Laut Timor yang dibuat dalam kurun waktu 1971 - 1997 harus ditinjau ulang oleh pemerintahan kedua negara menyusul disahkannya RUU Wilayah Negara menjadi UU oleh DPR-RI pada 28 Oktober 2008 di Jakarta."UU tersebut bisa dijadikan pedoman sekaligus kekuatan diplomasi baru oleh Jakarta untuk meninjau kembali seluruh batas wilayah perairan antara RI-Australia di Laut Timor yang dibuat sejak 1971-1997," kata Ferdi Tanoni, Ketua Pokja Celah Timor dan Direktur Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) di Kupang, Kamis.Penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta, 2008" itu mengatakan, UU itu bisa digunakan Jakarta untuk segera menetapkan satu batas maritim permanen antara RI-Timor Leste yang belum pernah dibahas sejak Timor Timur lepas dari Indonesia pada 30 Agustus 1999.Mantan agen imigrasi Australia itu menyatakan, batas wilayah perairan RI-Australia di Laut Timor versi 1991-1997 sangat merugikan Indonesia karena hampir 80 persen wilayah perairan di Laut Timor dikuasai Australia untuk kepentingan bisnis minyak dan gas bumi (migas).Wilayah perairan Laut Timor sangat kaya dengan sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi sehingga Australia menggebu-gebu menguasai hampir seluruh wilayah perairan itu sampai mengusir nelayan tradisional Indonesia yang berlayar di Laut Timor yang telah dilakukan mereka sejak berabad-abad lalu."UU Wilayah Negara ini sangat kita tunggu-tunggu karena sudah 63 tahun merdeka, negara kita tidak mempunyai UU yang mengatur tentang batas wilayah negara sehingga melemahkan posisi Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan negaranya. Timor Leste yang baru merdeka saja sudah memiliki UU Batas Wilayah Negara," urainya.Tanoni menilai garis batas laut antara Indonesia dengan Timor Leste dan Australia di sekitar Celah Timor masih bermasalah dan harus dirundingkan kembali."Kita harapkan UU itu menjadi amunisi baru bagi Indonesia dalam merundingkan kembali batas wilayah perairannya dengan Australia dan Timor Leste di Laut Timor," harapnya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008