Sentani, Jayapura (ANTARA) - Naftali Felle, ketua kelompok perajin gerabah tradisional Titian Hidup Kampung Abar sangat resah, ketika melihat sebagian generasi muda Sentani sudah lupa dengan helai, wadah tanah liat untuk mengolah papeda atau bubur sagu.

Berdasarkan keresahan tersebut, pada 30 September 2017, ia mencetuskan pesta makan papeda dalam gerabah yang kemudian berkembang menjadi festival tahunan.

Menurut Naftali, gerabah merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan, baik itu pengetahuan membuatnya maupun penggunaan gerabah itu sendiri.

Naftali sangat senang mengajarkan pengetahuan membuat gerabah ke generasi muda. Hal ini terlihat dari semangatnya mengajarkan pembuatan gerabah pada siswa-siswa bule dari Hillcrest International School Sentani yang datang ke Kampung Abar.

Dalam gerabah Abar terdapat nilai-nilai positif pada masa lalu, dimana keluarga Sentani makan papeda dengan mengelilingi satu wadah gerabah. Sambil makan papeda, orang tua memberi nasehat pada anak-anaknya tentang kehidupan.

Selain itu, makan papeda dalam satu wadah yang sama akan menguatkan ikatan kekeluargaan. Hal ini berubah ketika jaman modern, tradisi makan dalam satu wadah gerabah sudah berkurang, anak-anak muda cenderung makan dalam piring sendiri-sendiri.

Baca juga: Warga Kampung Abar Papua gelar festival makan papeda

Selain mengajarkan pengetahuan membuat gerabah ke pelajar yang datang ke Kampung Abar, Naftali juga aktif menjadi narasumber berbagai media berkaitan dengan gerabah Abar. Ia selalu siap melayani wawancara jurnalis, baik itu wawancara langsung maupun wawancara lewat telepon.

Naftali siap kapan saja, walaupun tengah malam katanya. Baginya gerabah Abar harus dikenal luas dan tidak boleh punah.

Bersama Balai Arkeologi Papua, Naftali menjadi narasumber utama dalam buku muatan lokal Tradisi Gerabah Abar. Buku ini sudah diajarkan di tiga sekolah pilot project, yaitu SMPN 6 Kota Jayapura, SMPN 1 Sentani dan SMPN 2 Sentani.

Naftali juga mendorong mama-mama Abar untuk studi banding ke sentra pembuatan gerabah Kasongan Yogyakarta serta Pulutan, Sulawesi Utara.

Selain mempertahankan gerabah asli, pengrajin juga harus kreatif mengikuti selera konsumen, yaitu dengan berkreasi menciptakan produk-produk gerabah kekinian. Bagi Naftali, ia dan masyarakat Kampung Abar akan tetap semangat untuk memproduksi gerabah walaupun tidak ada bantuan dari pemerintah.

Baca juga: Listrik pintar dan gerabah Kampung Abar

Baca juga: 1.000 gerabah Kampung Abar disiapkan untuk cenderamata PON 2020 Papua


Festival Makan Papeda

Di Kampung Abar, Kabupaten Jayapura, ada sebuah festival menarik. Dalam festival ini pengunjung bisa makan papeda dalam wadah gerabah sepuasnya.

Selesai makan papeda, gerabahnya bisa dibawa pulang oleh pengunjung. Untuk tahun ini adalah tahun ketiga. Dua tahun sebelumnya, festival hanya berlangsung satu hari saja, untuk tahun ini, festival akan berlangsung selama tiga hari.

Peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan, kelebihan festival ini adalah penyelenggaraannya betul-betul inisiatif dari masyarakat Abar, dan untuk pertama kali diselenggarakan benar-benar swadaya masyarakat.

Sehingga walaupun tidak ada bantuan dari pemerintah, masyarakat Abar selalu siap menyelenggarakan festival ini. Tinggal gotong royong menokok sagu di hutan dan menangkap ikan di danau sebagai lauknya.

Semua material festival dapat dengan mudah didapatkan, mulai dari atap daun sagu, para-para dari pelepah sagu, serta gerabah yang dibuat oleh mama-mama Abar.

Festival makan papeda ini berlangsung setiap tanggal 30 September. Untuk tahun 2019, festival dimulai tanggal 28 September, dengan agenda tanggal 28 hingga 29 September berupa pameran gerabah hasil karya mama-mama Kampung Abar. Lalu pada tanggal 30 September berlangsung makan papeda dalam gerabah.

Suasana festival makan papeda di Kampung Abar (ANTARA/HO/Hari Suroto)

"Festival ini sangat digemari oleh turis-turis asing yang tinggal di Sentani. Menurut mereka, papeda adalah makanan sehat dan organik," kata Hari Suroto.

Kampung Abar dapat dicapai sekitar 20 menit dari Bandara Sentani, yaitu 10 menit perjalanan darat ke Dermaga Yahim, dilanjutkan dengan perjalanan menggunakan perahu ke Kampung Abar.

Carter mobil dari Bandara Sentani ke Dermaga Yahim, Sentani, Kabupaten Jayapura yaitu Rp50 ribu, ongkos naik perahu Rp10 ribu.Danau Sentani membatasi kampung ini dengan ibu kota kabupaten.

Baca juga: Warga Kampung Abar di Danau Sentani dambakan pelayanan kesehatan

Baca juga: Arkeolog Papua temukan pecahan gerabah di Kampung Abar

Baca juga: Warga Kampung Abar Papua belum nikmati air bersih PDAM


Kampung Abar

Kampung Abar adalah salah satu kampung di sekitar pinggiran Danau Sentani, Kabupaten Jayapura. Danau Sentani membatasi kampung ini dengan ibu kota kabupaten.

Satu-satunya transportasi ke kampung ini menggunakan speed boat dari Pantai Yahim, Sentani dengan jarak tempuh sekitar 15 menit perjalanan mengarungi danau Sentani. Biaya pulang pergi satu orang penumpang Rp20.000. Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, masuk salah satu kampung di wilayah Sentani Tengah.

Kampung Abar terletak di tepi Danau Sentani bagian selatan. Walaupun lokasinya tidak jauh dari Bandara Sentani, kampung ini ternyata belum menikmati listrik PLN.

Tidak ada jaringan listrik PLN ke kampung ini dari Sentani ibukota Kabupaten Jayapura. Namun, jangan salah, sejak 2015 warga Kampung Abar telah mengenal listrik pintar yang ramah lingkungan.

Inilah yang membuat Duta Besar Perancis Jean-Charles Berthonnet tertarik datang ke kampung ini pada 22 Juli 2018.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kampung Abar sebenarnya merupakan pilot proyek yang dikembangkan oleh perusahaan swasta yaitu Electric Vine Industries (EVI) melalui PT Listrik Vine Indonesia (LVI).

Perusahaan ini tidak menjual listriknya ke PLN, tetapi dijual langsung ke warga Abar. Semua pelaksanaan operasional dan pemeliharaan berkala juga dilakukan oleh perusahaan swasta ini. Dengan ini Abar jadi terang di malam hari.*

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019