Semarang (ANTARA) - Media arus utama dengan produk jurnalistik yang verifikatif harus terpanggil untuk menjaga hakikat keberagaman dan kebhnekaan.
Demikian salah satu butir refleksi pokok-pokok pikiran akhir tahun 2019 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Tengah yang disampaikan Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS di Semarang, Selasa.
Amir menjelaskan mekanisme jurnalistik dengan mengunggah informasi yang akuntabel melalui disiplin verifikasi merupakan standar yang harus dipatuhi.
Kolaborasi antara media arus utama dengan media sosial merupakan keniscayaan, apabila yang diorientasikan adalah tujuan-tujuan dari dan untuk rakyat.
Baca juga: Pangkoopsau III: Pancasila sebagai bintang penuntun keberagaman
Menurut Amir, media arus utama punya kewajiban untuk memberikan penjernihan terhadap hal-hal yang meragukan atau berkecenderungan merupakan penyebaran informasi bohong.
Praktik berjurnalistik dan bermedia, menurut wartawan senior suarabaru.id tersebut, bisa secara proaktif mengetengahkan inspirasi dan keteladanan melalui pernyataan-pernyataan para tokoh dengan muatan sikap kenegarawanan.
Dengan model mengisi ruang pemberitaan seperti itulah, katanya, media bisa berkontribusi dalam memberi warna 5 tahun kepemimpinan Joko Widodo - Ma’ruf Amin yang telah mendapat mandat rakyat melalui Pllpres 2019.
"Tentu tanpa kehilangan sikap kritis sesuai dengan fungsi pers untuk menjalankan kontrol sosial," tulis Amir.
Ketika media memberi warna dalam berkontribusi, ia menegaskan, tidak harus diartikan mereduksi fungsi-fungsi pers dalam menyampaikan informasi, memberi pendidikan, memberi hiburan, dan menjalankan kontrol sosial.
Maka independensi jangan hanya diartikan sebagai sikap memberi jarak yang sama terhadap berbagai kepentingan politik-ekonomi, melainkan juga dimaknai sebagai keberanian memilih menginformasikan atau tidak menginformasikan pernyataan atau berbagai hal dengan segala pertimbangan kemaslahatan bersama.
Dalam pokok-pokok pikiran lainnya, PWI Jateng menegaskan bahwa media akan terus menjadi elemen penting penjaga keberagaman yang melekat sebagai realitas kehidupan berkebangsaan masyarakat Indonesia.
Dengan kekuatan penyampaian pesan untuk memberi pengaruh dalam opini publik, media punya tanggung jawab moral sebagai penyeimbang dan penjernih berbagai bentuk informasi yang bertendensi melukai dan memecah keberagaman bangsa.
Mengeksploitasi perbedaan
"Masa-masa Pemilihan Presiden 2019 secara psikologis melelahkan dalam kehidupan kebangsaan kita, ketika berserakan informasi dan opini, termasuk kabar-kabar bohong yang dikembangkan melalui media sosial. Hingga sekarang pernak-pernik politik aliran terasa masih mengemuka. Banyak muncul impulsi kekurangbijakan dalam beropini, bahkan tidak jarang cenderung mengeksploitasi perbedaan, dan itu terdukung oleh aneka postingan melalui media sosial," katanya.
Secara internal kewartawanan dan media, katanya, realitas kehidupan perusahaan media sekarang membutuhkan solidaritas profesi untuk bersama-sama mencari peluang-peluang pengembangan survivalitas, agar tetap bisa mewujudkan idealisme pemberitaan menuju perjuangan kemanusiaan dan rasa keadilan.
Solidaritas itu bisa diwujudkan dalam bentuk kolaborasi media-media dalam memperkuat pelatihan-pelatihan, bukan hanya yang terkait dengan peningkatan profesionalitas kewartawanan, tetapi juga jiwa enterpreneurship.
"Kita harus memperkuat profesionalitas dan kemartabatan dunia kewartawanan, antara lain melalui sinergi-sinergi strategis dengan para mitra kerja. Kita membuka PWI sebagai rumah bersama untuk memikirkan, mengonsep, dan memberi solusi-solusi menuju survivalitas itu," katanya.
PWI Jateng menegaskan akan terus bahu membahu bersinergi dengan PWI Pusat dalam mewujudkan mimpi-mimpi membawa para anggotanya menuju profesionalitas dan kemartabatan profesi.
"Sebagai bagian dari struktur organisasi, Jateng mendukung sepenuhnya langkah-langkah PWI Pusat dalam mengembangkan kompetensi kewartawanan melalui program-program pendidikan dan penegakan etika jurnalistik menuju profesionalisme yang komprehensif," demikian Amir Machmud.
Baca juga: Refleksi Kebebasan Pers 2019, Nuh: Butuh pembenahan ekosistem
Baca juga: Dewan Pers berharap media massa angkat kearifan lokal
Baca juga: Dewan Pers: pers jangan "menempel" calon kepala daerah
Pewarta: Achmad Zaenal M
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019