Jakarta (ANTARA News) - DPR melalui Pansus Hak Angket BBM menuntut pemerintah agar lebih transparan dalam setiap kontrak migas yang dibuat demi kelancaran pengawasan. "Rasanya perlu ada revisi Undang-undang (UU) Migas sehingga kita bisa tahu kontrak per kontrak migas yang dibuat pemerintah dengan kontraktor," kata anggota Pansus dari Komisi XI DPR, Drajad Wibowo, di Jakarta, Selasa. Dia menyayangkan bahwa selama ini setiap kontrak migas hanya diketahui oleh BP Migas, Depatemen ESDM, dan kontraktor. Selain itu adanya perlakuan khusus pada kontraktor tertentu dengan pembagian 60:40 atau 88:12. Ditegaskannya, tugas DPR adalah melakukan pengawasan. Tetapi jika isi kontrak tidak diketahui, tentu pengawasan tidak dapat dilakukan. "Itu pun pengawasan ekspose yang dilakukan setelah kontrak ditandatangani. Bagaimana kita bisa mengawasinya sebelum ditandatnagani kalau klausul dan butirnya saja kita tidak tahu," ujar dia. Menurut Drajat, kondisi tersebut memang menjadi ciri khas pemerintah karena pada kenyataannya bukan hanya kontrak migas yang tidak transparan, karena untuk kontrak hutang pun Departemen Keuangan tidak transparan. "BP Migas juga begitu, tapi kalau ada masalah baru larinya ke DPR, seperti kasus Indover. Kita (DPR) tidak pernah tahu, tapi begitu 'jebol' Rp7 triliun, baru lari ke DPR, kita disuruh menyediakan 'leher' untuk menyetujuinya," kata Drajad. Selain itu, dia menanyakan jaminan pemerintah bahwa jumlah minyak yang diangkat kontraktor sesuai dengan laporannya dan tidak terjadi kecurangan. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008