Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menggariskan sepuluh kebijakan untuk mengatasi gejolak keuangan, di antaranya membeli kembali Surat Utang Negara (SUN) dan menurunkan pungutan ekspor (PE) CPO menjadi nol persen.Kebijakan itu dihasilkan pada rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa malam, yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan juga dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla serta jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono.Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan pers usai rapat menjelaskan pembelian kembali SUN dilakukan untuk menjaga kepercayaan pelaku pasar terhadap SUN dengan melakukan stabilisasi pasar SUN.Pembelian kembali, menurut Menkeu, dilakukan untuk memberi sinyal bahwa pemerintah dan BI memberi perhatian kepada surat berharga mereka dan untuk meyakinkan pasar bahwa surat itu bukanlah barang tidak berharga. "Pembelian kembali SUN dilakukan secara bertahap dalam jumlah yang terukur," ujarnya. Namun, Menkeu maupun Gubernur BI belum menyebutkan jumlah dana yang dialokasikan pemerintah untuk pembelian kembali SUN tersebut. "'Buy back' nanti akan dibahas antara Depkeu dan BI. Jumlahnya cukup untuk mempengaruhi. Berapanya lihat saja nanti setelah terjadi," ujar Boediono. Pemerintah juga melakukan langkah untuk menjaga kesinambungan neraca pembayaran dan devisa dengan mewajibkan seluruh BUMN menempatkan seluruh hasil valuta asingnya di bank dalam negeri. BUMN diwajibkan menyimpan dananya dalam satu kliring "house" dan melaporkan informasi tentang penghasilan dan kebutuhan valas ke Kantor Kementerian Negara BUMN. Transaksi itu pun dilaksanakan melalui bank-bank BUMN dengan laporan yang harus diperbarui setiap hari. Untuk menjaga stabilitas likuiditas dan mencegah terjadinya kompetisi bunga, BUMN juga telah diinstruksikan agar tidak melakukan pemindahan dana dari bank ke bank. Untuk menjaga kesinambungan neraca pembayaran atau devisa dan mempercepat pembangunan infrastruktur, pemerintah memutuskan mempercepat pelaksanaan proyek-proyek yang sudah mendapat komitmen pembiayaan bilateral maupun multilateral. "Berbagai proyek pemerintah yang dibiayai oleh pinjaman asing diusahakan segera mendapat 'approval' sehingga pinjaman itu segera masuk ke 'account' pemerintah dan menambah valuta asing yang masuk ke kita," jelas Sri Mulyani. Untuk menjaga kesinambungan neraca, pemerintah juga akan memanfaatkan bilateral "swap arrangement" yang telah disepakati oleh negara ASEAN+3 yakni China, Korea, dan Jepang. "Ini akan dilakukan untuk menjaga-jaga neraca pembayaran. Sekarang sedang disiapkan mekanismenya," ujar Sri Mulyani. Sedangkan untuk menjaga keberlangsungan ekspor dengan memberikan garansi terhadap risiko pembayaran dari pembeli, pemerintah dan BI akan menyediakan fasilitas rediskonto wesel ekspor "with recourse" yang mulai berlaku 1 November 2008. "Tujuannya untuk menjaga agar ekspor tetap dapat berjalan dengan memberikan garansi terhadap resiko pembayaran. Pemerintah akan melakukan monitoring ketat agar fasilitas ini tidak disalahgunakan oleh eskportir, misalnya seperti ekspor fiktif," tutur Sri Mulyani. Untuk menjaga keberlangsungan ekonomi sektor riil, pemerintah mengambil kebijakan untuk menyelamatkan pasar ekspor minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Mulai 1 November 2008, pemerintah mengurangi PE CPO menjadi nol persen dari sebelumnya 2,5 persen. Sedangkan untuk mencegah impor barang ilegal yang diduga akan masuk ke Indonesia secara sistemik, pemerintah akan menerbitkan ketentuan pembatasan impor barang tertentu yang mulai berlaku 1 November 2008. Komoditi yang dikenakan pembatasan impor adalah garmen, elektronika, makanan dan minuman, mainan anak-anak, sepatu, dan hanya bisa diimpor oleh importir terdaftar dengan kewajiban dilakukan verifikasi di pelabuhan muat. Pelabuhan untuk membongkar komoditi tersebut pun hanya bisa dilakukan di tempat yang telah ditentukan, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, dan dua bandara yakni Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Juanda. Pemerintah juga akan menerbitkan peraturan Mendag berlaku sejak 1 November 2008 tentang pembentukan gugus tugas terpadu antar instansi terkait guna meningkatkan pengawasan terhadap barang-barang yang beredar. Sedangkan untuk menjaga kesinambungan fiskal 2009, pemerintah telah berdiskusi dengan DPR agar RAPBN 2009 yang akan disetujui DPR pada Kamis, 28 Oktober 2008, dapat diubah secara fleksibel untuk menghadapi imbas krisis ekonomi global yang diperkirakan masih terjadi sampai tahun depan. "Situasi ini diperkirakan akan berlangsung sampai 2009, sehingga pemerintah dimungkinkan melakukan perubahan APBN tanpa mengurangi hak-hak DPR," ujar Sri Mulyani. Sepuluh kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengatasi gejolak pasar keuangan, menurut Menkeu, diambil sebagai langkah untuk melindungi tiga pilar yang terus dijaga pemerintah, yaitu keseimbangan neraca pembayaran, kredibilitas BI, serta kredibilitas APBN. "Tujuan kebijakan ini untuk menjaga ekonomi agar tidak mengalami gangguan terlalu banyak dan sebagai respon terhadap kesulitan-kesulitan dihadapi pelaku ekonomi," ujarnya. Pemerintah, lanjut Menkeu, tetap mengikuti perkembangan kondisi keuangan terakhir dan terus menyusun rencana-rencana kerja mengikuti perkembangan tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008