Brisbane (ANTARA News) - Pemberian akses yang besar kepada Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera, tiga pelaku bom Bali 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang, kepada para pekerja media dalam dan luar negeri selama ini merupakan kesalahan fatal pemerintah Indonesia dalam menangani kasus hukuman mati. "Kalau pernyataan Amrozi cs terus keluar ke ruang publik, maka dampaknya akan terus memberatkan Indonesia," kata pengamat pariwisata Bali, I Nyoman Darma Putra, di Brisbane, Selasa, menanggapi rencana eksekusi Amrozi cs dan dampaknya pada industri pariwisata Bali. Penulis buku "Tourism, Development and Terrorism in Bali" (London, Ashgate 2007) itu mengatakan, salah satu bentuk dari kekeliruan pemerintah itu adalah adanya "open house" di penjara Nusa Kambangan saat Lebaran. Pemerintah sebaiknya menyudahi akses para pelaku bom Bali kepada pers. Selama ini, kalangan pers cenderung tidak tertarik mewawancarai terpidana mati secara berulang-ulang, kecuali terhadap ketiga pelaku bom Bali 12 Oktober 2002 ini. Di Australia, akses terpidana kasus terorisme kepada pers seperti yang diperoleh Amrozi cs merupakan sesuatu yang mustahil, katanya. Menjelang eksekusi ketiga pelaku bom Bali yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 orang warga Australia awal November mendatang, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia kembali menegaskan pemberlakuan peringatan perjalanan level empat bagi Indonesia kepada para warganya. Makna di balik peringatan perjalanan level empat itu adalah setiap warga Australia yang berniat berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia diminta untuk "mempertimbangkan kembali" rencana mereka itu karena alasan keamanan (ancaman terorisme). Darma Putra mengatakan, peringatan perjalanan kepada Indonesia itu belum tentu diindahkan oleh semua warga Australia. Bahkan banyak pelajar Australia yang bersikukuh untuk menikmati liburan sekolah mereka di Bali, karena mereka sudah melakukan "booking" jauh sebelum munculnya ribut-ribut soal eksekusi Amrozi cs yang mendorong pemerintah Australia kembali menegaskan level empat peringatan perjalanan bagi Indonesia, katanya. Terbelah Sehubungan dengan pelaksanaan hukuman mati terhadap Amrozi cs, sikap rakyat Australia sendiri terbelah. Menurut Indonesianis Universitas Nasional Australia (ANU), George Quinn, ada kelompok masyarakat yang berpendapat bahwa perbuatan Amrozi cs tidak perlu dibalas, tetapi ada pula yang berpendapat sebaliknya. Bagi kelompok pertama, mereka melihat hukuman mati sebagai perbuatan yang tak berprikemanusiaan dan melanggar hak azasi manusia terlepas dari aksi Amrozi cs enam tahun lalu. "Jadi kalau hukuman mati jadi dilaksanakan pasti banyak juga suara yang menentangnya," kata Quinn. Namun ia pribadi masuk ke dalam kelompok masyarakat yang pro-hukuman mati bagi Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudera sebagai konsekuensi atas tindakan mereka enam tahun lalu, kata kepala Pusat Asia Tenggara Fakultas Studi-Studi Asia ANU itu. Ketegasan pemerintah dan otoritas hukum Indonesia atas eksekusi para pelaku Bom Bali 2002 akan meningkatkan "citra Indonesia" di Australia, kata penulis Buku "The Novel in Javanese (Leiden, 1992) dan "The Learner`s Dictionary of Today`s Indonesian" (Sydney, 2001) ini. Bagi pemerintah Australia, eksekusi bagi Amrozi Cs adalah masalah yang tidak perlu dicampuri walaupun Australia masuk dalam kelompok negara yang menolak hukuman mati. Sikap pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd dari Partai Buruh dalam masalah eksekusi Amrozi cs ini sejalan dengan sikap pemerintahan John Howard yang digantikannya.(*)

Copyright © ANTARA 2008