Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menilai anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini lebih karena sentimen global daripada masalah dalam negeri. "Secara fundamental, kita masih kuat, pertumbuhan ekonomi masih bagus di atas 6,0 persen, cadangan devisa masih kuat, dan perbankan kita juga masih cukup sehat. Jadi secara fundamental tidak ada yang mesti dirisaukan, tidak ada perubahan apa-apa yang cukup signifikan," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu (BKF), Anggito Abimanyu. Anggito mengatakan hal itu usai mengikuti rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, Senin, membahas kemungkinan penurunan harga BBM. Menurut Anggito, pelemahan kurs terjadi tidak hanya di Indonesia saja, tetapi di kawasan regional karena adanya sentimen global. "Dampak sentimen global ini tidak bisa kita selesaikan secara individu per negara, maka tema kemarin di pertemuan Asia dan Eropa (ASEM) dan ASEAN plus three, serta pertemuan-pertemuan regional maupun internasional lainnya, membahas masalah itu," katanya. Menurut dia, saat ini Indonesia fokus menyelesaikan masalah sentimen global itu melalui pertemuan ASEAN plus three dan G-20. "Karena kita tidak bisa sendiri, semua negara mengalami koreksi, nilai tukar mata uangnya menurun," katanya. Ia mengatakan, pemerintah percaya Bank Indonesia (BI) akan menjaga keseimbangan baru, sehingga depresiasi kurs tidak berbahaya bagi perekonomian nasional. Mengenai insentif untuk sektor riil, Anggito mengatakan sudah ada pembahasan namun belum dapat disampaikan saat ini. "Ini bentuknya baik insentif fiskal dan non fiskal maupun pengelolaan devisa, dalam waktu dekat akan kami umumkan," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008