Jakarta (ANTARA News) - Kepala Bapepam LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) Fuad Rahmani mengatakan, Qatar Telecom (Qtel) hanya boleh membeli kembali saham Indosat sebanyak 22,4 persen. "Qtel hanya akan membeli saham Indosat yang ada di publik sebesar 24,2 persen dari total 44,9 persen saham publik yang bisa mengikuti tender offer," kata Fuad Rahmani didampingi Menkominfo Muhammad Nuh dalam jumpa pers soal Qtel di kantor Depkominfo di Jakarta, Senin. Dalam catatan Bapepam LK, jelas Fuad, dari 100 persen saham Indosat, sebanyak 40,8 persen dimiliki oleh Qtel yang dibeli dari STT (Singapore Technology Telemedia), sehingga ada 59,2 persen saham Indosat yang dimiliki oleh yang lain. Dari 59,2 persen saham tersebut, sebanyak 14,2 persen saham seri A (saham dwi warna) Indosat dimiliki oleh pemerintah dan sisanya sekitar 44,9 persen merupakan saham yang dimiliki oleh publik. Fuad mengatakan, karena pemerintah mempunyai saham seri A maka pemerintah dianggap pemegang saham pengendali sehingga pemerintah tidak boleh ikut dalam mandatory tender offer. Sesuai dengan peraturan pasar modal, karena Qtel saat ini mempunyai saham di atas 45 persen, maka Qtel harus melakukan mandatory tender offer untuk membeli saham Indosat lagi."Jadi yang berhak ikut mandatory tender offer adalah 44,9 persen saham publik yang mestinya dibeli oleh Qtel," katanya. Akan tetapi karena ada aturan Perpres No. 77 tahun 2007 junto Perpres 111/2007 tentang DNI (Daftar Negatif Investasi) dimana Qtel hanya boleh memiliki saham pada perusahaan telekomunikasi seluler sebanyak maksimal 65 persen, maka Qtel hanya boleh membeli maksimal 24,2 persen saham Indosat pada mandatory tender offer. "Qtel hanya boleh membeli yaitu 65 persen (saham maksimal) dikurangi 40,8 persen (saham yang telah dimiliki Qtel) sehingga hanya sebesar 24,2 persen. Hal ini perlu penjatahan penjualan," jelas Fuad.Dalam hitungan sementara Bapepam, pembelian sebanyak 24,2 persen saham Indosat oleh Qtel dengan harga per saham Rp7.388,- maka akan lebih dari sebesar Rp8 triliun uang masuk dan akan menambah likuiditas pasar modal. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008