New York (ANTARA News) - Perekonomian Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan semakin tergantung pada raksasa Asia, China, mengingat krisis finansial global telah membuat AS mesti menutup kerugian dalam sistem keuangannya sehingga defisit fiskal AS pun melonjak dan membutuhkan injeksi dana dari luar.Kepada sejumlah wartawan Asia dan Afrika, termasuk ANTARA di New York, akhir pekan ini, Peraih Nobel bidang Ekonomi tahun 2001, Joseph Stiglitz, memperkirakan pemerintah AS akan menerbitkan obligasi negara dalam jumlah sangat besar untuk menutupi defisit fiskal tersebut dan China adalah negara yang diharapkan bisa menutup defisit itu karena likuiditasnya paling besar dengan cadangan devisa lebih dari satu triliun dolar AS. "(Akibatnya) Nilai tukar dolar AS akan semakin tertekan," kata mantan ekonom Dana Moneter Internasional (IMF) tersebut.Untuk menyelamatkan lembaga keuangannya saja, AS diperkirakan mengeluarkan hampir satu triliun dolar AS, belum termasuk menurunnya penerimaan negara akibat berbagai insentif yang diberikan kepada penduduk AS. Meski demikian, Stiglitz memperkirakan, krisis yang diawali oleh jatuhnya pasar kredit perumahan akibat buruknya manajemen perbankan AS itu, tidak akan mengurangi status AS sebagai negara berperekonomian terbesar di dunia."Meningkatnya jumlah orang yang kehilangan pekerjaan hingga lebih dari satu juta orang tidak mengubah fakta bahwa perekonomian AS tetaplah yang terbesar di dunia. Mereka (para penganggur baru itu) akan mengisi pasar sektor informal," paparnya.AS juga tetap akan menjadi tujuan investasi portofolio paling aman di dunia dengan masa depan menguntungkan, meskipun saat ini indeks Dow Jones terus terkoreksi dengan nilai riil yang besar."Ekonomi mereka tetap kuat dan tetap nomor satu (di dunia). Tapi investasi dalam ekonomi haruslah dilakukan pada waktu yang tepat. Namun, apa sekarang waktu yang tepat untuk berinvestasi, itu sulit dipastikan," jelas penasihat tim ekonomi mantan Presiden Bill Clinton itu. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008