Cibinong, Bogor (ANTARA) - Bupati Bogor, Ade Yasin mengaku sudah mendeteksi enam desa di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang kerap dijadikan lokasi berlangsungnya kawin kontrak.
"Di sekitar Desa Tugu Utara, Desa Tugu Selatan, Desa Batulayang, Desa Cibeureum, Desa Cisarua, dan Desa Cipayung," ujarnya kepada Antara di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jumat.
Baca juga: Video lama kawin kontrak merusak citra pariwisata Bogor
Ia membeberkan bahwa hasil penelitian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, tarif kawin kontrak di enam desa tersebut mulai dari Rp5 juta sampai Rp20 juta, dengan rentang waktu kontrak mulai dari satu hingga dua bulan.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu memastikan bahwa masyarakat Puncak Bogor tidak terlibat dalam perkara kawin kontrak. Menurutnya, kawin kontrak mayoritas dilakukan oleh eks tenaga kerja wanita (TKW) asal Cianjur Selatan dengan turis dari Timur Tengah.
"Ini perlu perhatian dan peran khusus agamawan. Diperlukan juga operasi lintas operasi," kata Ade Yasin.
Baca juga: PP Aisyiyah: kawin kontrak kerap memosisikan perempuan pihak bersalah
Diberitakan sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bogor, Kardenal menyebutkan bahwa Pemkab Bogor, Jawa Barat akan menertibkan para penghulu bodong atau penghulu yang namanya tak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), untuk menangani perkara kawin kontrak yang dianggap mencoreng pariwisata Puncak, Kabupaten Bogor.
"Kita akan shock therapy amil (penghulu) bodong, calonya juga coba kita tertibkan. Kita tidak ingin Puncak terkenal dengan kawin kontraknya, itu bertentangan dengan Karsa Bogor Berkeadaban," ujarnya.
Menurut Kardenal, langkah tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Bupati Bogor, Ade Yasin dengan anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Bogor lainnya setelah menggelar rapat bersama khusus menanggapi perkara kawin kontrak di Puncak, Kabupaten Bogor.
Baca juga: Aisyiyah: perempuan sangat rentan jadi korban dalam kawin kontrak
Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019