Jakarta (ANTARA News) - Kemampuan menembak dan persenjataan canggih bukan formula terbaik untuk menyelesaikan permasalahan dan mengakhiri konflik, kata anggota Pasukan Perdamaian PBB Kontingen Garuda XXIII-A di Lebanon periode 2006-2007, Kapten Agus H. Yudhoyono dalam peringatan Hari PBB di Jakarta, Jumat."Secara umum jika dibandingkan dengan kekuatan negara anggota NATO, jelas kami harus bekerja jauh lebih keras untuk berhasil. Namun, jika efektivitas kami di lapangan dievaluasi maka tidak ada alasan untuk malu," katanya.Tidak berlebihan jika pada setiap penempatan misi perdamaian, kontingen Indonesia selalu dihormati dan diterima baik oleh masyarakat setempat dan pihak berkonflik sekalipun tidak dibekali persenjataan canggih atau uang banyak untuk membeli persahabatan dari pihak yang berselisih."Dengan segala kekurangan dalam hal sumber daya, kontingen Indonesia terus membuktikan kemampuannya dalam menunjukkan kemampuan terbaiknya untuk memperoleh pengakuan dunia internasional," papar Agus.Di berbagai kesempatan, kontingen Indonesia selalu menerima penghargaan dari tuan rumah sebagai wujud pengakuan atas pencapaian profesionalimenya."Pendekatan personal dan kemanusiaan melalui hubungan antar individu juga salah satu kunci guna menjembatani perbedaan agama, kebudayaan dan nilai-nilai sosial," tambahnya.Agus bersyukur, tentara Indonesia yang berakar budaya kuat dengan ragam latar belakang budaya berbeda, selalu mampu mendekati masyarakat di daerah konflik di mana pun."Jadi tidak mengherankan jika dalam menjalankan misi perdamaian, kekuatan militer tidak menentukan kesuksesan namun kemampuan memenangkan hati dan pikiran rakyatlah yang lebih berperan," katanya.Pasukan Garuda XXIII-A tergabung dalam The United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) yang dibentuk pada 1978 dengan tiga tugas.Ketiga tugas khusus itu adalah memastikan penarikan pasukan Israel dari Lebanon Selatan, memulihkan perdamaian dan keamanan internasional, dan membantu pemerintah Lebanon mengembalikan otoritasnya di wilayah itu.Kontingen Garuda bergabung dengan UNIFIL pada Juli 2006, setelah Perang 34 Hari antara Israel dan Hezbollah (kelompok bersenjata di Lebanon) yang menewaskan 1.187 orang dan 4.092 orang luka-luka.Indonesia memiliki sejarah panjang keikutsertaannya dalam misi perdamaian PBB, mulai dari Pasukan Garuda I yang bergabung dalam United Nations Emergency Force I (UNEF I) pada 1957 di Sinai dengan tugas mengawasi penarikan pasukan Prancis, Israel dan Inggris Raya dari wilayah Mesir. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008