Jakarta (ANTARA News) - Pembentukan Lembaga Pengembangan Ekspor Indonesia (LPEI) yang akan diperkuat dengan Undang-Undang sudah mendesak dan dinilai tepat untuk memacu pertumbuhan ekspor nasional.Pengamat ekonomi dan perbankan Ryan Kiryanto di Jakarta Jumat mengatakan, pembentukan LPEI untuk menggantikan peran Bank Ekspor Indonesia (BEI) harus diberi peluang lebih sehingga bisa optimal dalam mendukung kegiatan ekspor.Dengan dukungan regulasi berupa undang-undang, LPEI akan memiliki power dan kewenangan kuat dan memberikan keuntungan bagi stakeholder-nya."Harapan lebih besar tentunya adalah setelah menjadi LPEI kinerjanya akan semakin mengkilap sekaligus mampu memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional," imbuhnya.Ekonom BRI Djoko Retnadi juga berpendapat senada. Kehadiran LPEI sudah mendesak dan sangat tepat dalam memacu kinerja ekspor nasional. Di sejumlah negara lembaga sejenis sudah lama hadir dan mampu berkontribusi maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi.Pembentukan LPEI, lanjutnya akan memiliki dampak yang positif ketimbang mengandalkan kinerja BEI yang terkendala oleh aturan yang rigid."Kalau hanya mengandalkan BEI pasti terkendala aturan batas maksimal pemberian kredit (BMPK) maupun rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Belum lagi kredit bermasalah (non performing loan/NPL) sehingga ruang geraknya terbatas ketimbang LPEI," tandasnya.Sebelumnya, pada diskusi Pusat Studi Indonesia Bersatu (PSIB) di Auditorium Menara Kebon Sirih, Jumat (24/10) Kabiro Pembiayan dan Penjaminan Bapepam-LK Freddy R Saragih mendukung lahirnya Undang-Undang sekaligus Pembentukan LPEI yang mampu mendukung kinerja ekspor nasionalMenurut Freddy bank memiliki keterbatasan dalam membiayai ekspor seperti bank tidak memiliki demand side (buyers credit), tidak dapat melakukan penjaminan terhadap political risk dan tidak dapat melakukan kegiatan usaha asuransi. Selain itu perbankan diatur oleh ketentuan yang rigid seperti BMPK, CAR hingga aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008