Jakarta (ANTARA News)- Kurs rupiah di pasar spot antar bank Jakarta, Jumat sore, merosot tajam menembus Rp10.000 per dolar AS, karena pelaku pasar khawatir dengan semakin terasanya dampak krisis keuangan global di berbagai negara, khususnya di Asia. "Tekanan krisis keuangan global yang makin meningkat dan terpuruknya pasar saham regional menekan rupiah sehingga menembus angka Rp10.000 per dolar AS," kata Analis Valas PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova, di Jakarta, Jumat. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun menjadi Rp10.005/10.010 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.960/9.970 atau melemah 45 poin. Menurut Rully, merosotnya rupiah dinilai wajar, karena hampir semua mata uang Asia terpuruk, terutama euro. Dolar AS jatuh hingga level 95 yen, level terendahnya terhadap mata uang Jepang itu dalam 13 tahun karena kekhawatiran terhadap resesi global meningkat. Yen meningkat menjadi 95,32 terhadap dolar AS, level tertingginya terhadap "greenback" sejak Agustus 1995, sebelum kembali turun tipis. Yen sering meningkat pada saat gejolak keuangan ketika pialang melepaskan taruhan berisiko yang didanai mata uang Jepang itu, yang memiliki tingkat bunga terendah diantara perekonomian utama. "Kami harapkan semua bank sentral bersatu bersama-sama menyuntik dana baru ke pasar untuk melonggarkan likuiditas yang ketat itu," katanya. Bank Indonesia (BI) sendiri, lanjut dia, telah melonggarkan setoran giro wajib minimum dari 7,5 persen menjadi 5 lima untuk mendorong likuiditas perbankan. Namun upaya ini terlihat belum berpengaruh terhadap pasar rupiah bahkan kondisinya makin terpuruk, karena penurunan itu belum diikuti bunga BI Rate yang sampai saat ini masih tinggi, ucapnya. Menurut dia, rupiah diperkirakan akan terus terpuruk, karena suntikan dana dari bank sentral AS, Inggris dan Eropa masih belum cukup untuk melonggarkan likuiditas yang ketat itu. Apabila tidak ada upaya lainnya untuk melonggarkan ketatnya likuiditas akibat kasus krisis bermasalah sektor perumahan di AS, maka rupiah akan tertekan lagi, ucapnya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008