Surabaya (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia telah menyiapkan tambahan tiga radar yang akan disebar di wilayah timur Indonesia hingga 2009 guna melindungi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan negara kepulauan. "Luasnya wilayah perairan Indonesia tentunya membutuhkan sistem pertahanan yang memadai untuk melindungi kedaulatan negara," kata Dirjen Sarana Pertahanan (Ranhan) Departemen Pertahanan RI, Marsekal Muda Eris Herryanto, di Surabaya, Kamis. Ia mengemukakan hal itu dalam seminar internasional "Sistem Pertahanan Negara Kepulauan" yang merupakan kerjasama antara Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dengan Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) Surabaya. Menurut dia, radar itu merupakan salah satu dari alat utama sistem pertahanan (alut sista) yang sangat dibutuhkan saat ini, karena radar bisa membantu melindungi kedaulatan dan kesatuan "negara kepulauan" Indonesia secara menyeluruh. "Salah satunya nanti akan ditempatkan di Merauke. Ketiga radar itu ditempatkan di wilayah timur Indonesia, karena wilayah timur selama ini masih belum memiliki sistem pengawasan yang optimal," katanya. Apalagi, katanya, saat ini yang menjadi konsentrasi pengembangan wilayah pertahanan adalah wilayah timur yang dinilai masih terlalu lemah bila dibandingkan wilayah barat, sebab wilayah timur memang rawan terjadinya penyelundupan. Namun, ia mengakui infrastruktur untuk memperkuat sistem pertahanan di Indonesia saat ini masih belum ideal, bahkan anggaran alut sista di Indonesia masih cukup minim dibanding negara-negara tetangga lainnya yang memiliki luas wilayah lebih kecil dari Indonesia. "Misalnya, negara kecil Singapura mengalokasikan dana hingga Rp6 miliar untuk pengadaan alut sista, sedangkan Indonesia yang merupakan negara kepulauan baru mampu menganggarkan sebesar Rp2,6 miliar untuk alut sista," katanya. Ia menyatakan kebutuhan alut sista suatu negara idealnya dapat dipenuhi industri pertahanan dalam negeri sendiri, karena itu Dephan saat ini sedang membina industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung sistem pertahanan RI. "Sayang sekali, industri pertahanan di Indonesia masih berada di bawah pengawasan empat institusi yakni Departemen Industri, Kementerian Negara BUMN, Kementerian Negara Ristek, dan Departemen Pertahanan, sedangkan keempat institusi itu belum ada perjanjian atau kesepakatan yang bersifat mengikat untuk menangani industri pertahanan," katanya. Sementara itu, Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut RI Laksamana Muda Budhi Hardjo mengatakan bahwa saat ini harus ada badan yang terintegrasi untuk melakukan pengawasan pertahanan wilayah kepulauan RI. "Selama ini masih terkesa jalan sendiri-sendiri. Ada belasan instansi yang terkait dengan sistem pertahanan tapi mereka mempunyai UU sendiri dan masing-masing berjalan sendiri-sendiri," katanya. Padahal, katanya, pemerintah saat ini memfokuskan pada pengawasan pertahanan seperti illegal fishing dan illegal logging yang lebih ditujukan untuk kapal-kapal asing, sedang kapal lokal hanya dilakukan pembinaan. Seminar itu juga menghadirkan pembicara dari Prancis untuk berbagi informasi sistem pertahanan di negaranya maupun negara-negara kepulauan Eropa lainnya, di antaranya pakar hukum kelautan Kementerian Pertahanan Prancis Ronan Boillot, perwakilan Angkatan Udara Prancis Marsekal Madya (Purn) Alain Veron, dan perwakilan Thales Airbone System-Prancis Thierry Calmon. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008