Pemerintah harus belajar dari hilangnya benih nener (bandeng) di alam pasca banyaknya benih nener ditangkap nelayan. Dalam 30 tahun terakhir ini benih nener hilang di alam. Untungnya benih nener sudah bisa dibenihkan secara buatan sehingga pasokan ba
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ilmu kelautan Suhana mengingatkan bahwa ekspor lobster mengalami peningkatan setelah adanya regulasi yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti, yang melarang benih lobster untuk diekspor.
"Setelah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 56 Tahun 2016 (terkait larangan ekspor benih lobster), ekspor lobster meningkat," kata Suhana kepada Antara di Jakarta, Kamis.
Menurut data yang diberikan Suhana yang diolah dari TradeMap 2019, ditemukan bahwa nilai ekspor lobster terus meningkat yaitu dari 7,09 juta dolar AS pada 2015, menjadi 14,84 juta dolar pada 2016, kemudian 17,31 juta dolar pada 2017, dan 28,45 juta dolar pada 2018.
Selain itu, ungkap Suhana, dalam periode 2010-2016 rata-rata sekitar 96,91 persen produksi lobster Indonesia bersumber dari perikanan tangkap dan hanya 3,09 persen yang berasal dari perikanan budidaya, serta sampai saat ini pasokan benih lobster untuk budidaya masih bersumber dari penangkapan di alam.
"Pemerintah harus belajar dari hilangnya benih nener (bandeng) di alam pasca banyaknya benih nener ditangkap nelayan. Dalam 30 tahun terakhir ini benih nener hilang di alam. Untungnya benih nener sudah bisa dibenihkan secara buatan sehingga pasokan bandeng masih tersedia dari budidaya. Nah benih lobster sampai saat ini belum bisa dibenihkan secara buatan," katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat di Indonesia Timur memiliki kearifan lokal yaitu aturan adat sasi di mana lobster yang ditangkap adalah ukuran konsumsi dan bukannya ukuran kecil.
Untuk itu, ujar lulusan S3 dari Ekonomi Kelautan Tropika Institut Pertanian Bogor, selayaknya pemerintah juga dapat belajar dari kearifan lokal sasi lobster tersebut.
Sebagaimana diwartakan, Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Rahmat Handoyo menginginkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan agar jangan sampai membuka keran ekspor benih lobster yang telah ditutup oleh Menteri Kelautan dan Perikanan periode sebelumnya, Susi Pudjiastuti.
"Saya sangat khawatir, wacana (membuka ekspor benih lobster) yang sudah menuai kontroversi ini bukan semata untuk kepentingan perekonomian kita, tapi untuk kepentingan para rente," kata Rahmad Handoyo dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Rahmad mengingatkan bahwa saat ekspor benih lobster ditutup saja, telah terungkap sejumlah kasus penyelundupan benih lobster telah ditemukan di sejumlah tempat oleh aparat penegak hukum.
Ia berpendapat, seharusnya Indonesia tidak mengekspor benih lobster untuk dibudidayakan di luar negeri, tetapi seharusnya investor dari luar yang menanamkan modalnya untuk berbudidaya lobster di sini.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo meminta agar Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memperhatikan nilai tambah yang dapat diperoleh Indonesia dari kebijakan pembukaan keran ekspor benih lobster.
"Yang paling penting menurut saya, negara mendapatkan manfaat, nelayan mendapatkan manfaat, lingkungan tidak rusak, yang paling penting itu," kata Presiden Joko Widodo di pintu tol Samboja, Kutai Kartanegara, Selasa (17/12).
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan meminta semua pihak untuk dapat bersabar menunggu kajian terkait benih lobster, karena masih belum ada regulasi terbaru yang resmi dikeluarkan terkait hal tersebut.
Baca juga: Tolak ekspor benih lobster, Komisi IV DPR tekankan konservasi laut
Baca juga: Jangan buka keran ekspor benih lobster, kata legislator
Baca juga: Presiden minta ekspor benih lobster perhatikan nilai tambah untuk RI
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019