Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). "Permohonan ditolak," tandas Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Mohammad Mahfud MD, saat membacakan putusan uji materi UU PKPU di MK, Jakarta, Kamis. Uji materi itu dimohonkan oleh Ketua Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia M. Komaruddin, Muhammad Hafidz, dan Agung Purnomo. Majelis berkesimpulan bahwa Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 UU Kepailitan dan PKPU, tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. "UU Kepailitan dan PKPU tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945," terang para hakim. Majelis juga menyatakan bahwa dalam upaya memberikan jaminan dan perlindungan hukum yang lebih baik, terhadap pekerja atau buruh dalam hal terjadi kepailitan, pembentuk UU perlu melakukan sinkronisasi dan harmonisasi UU dengan pengaturan hak-hak buruh. Negara juga perlu berperan dengan cara mengeluarkan kebijakan konkret yang memberi jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak pekerja atau buruh ketika perusahaan pailit. Majelis hakim berpendapat perlunya menutup celah kelemahan hukum dengan mengatur hubungan antara buruh dan debitor dalam UU Ketenagakerjaan melalui berbagai kebijakan sosial yang konkret. "Sehingga ada jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak buruh atau pekerja saat debitor dinyatakan pailit," kata hakim Akil Mochtar. Kuasa hukum pemohon, Andi M Asrun, menyayangkan putusan MK ini. "UU Kepailitan dan PKPU itu dibuat saat krisis moneter yang ditujukan untuk melindungi kreditur, tentunya perusahaan asing, namun sampai sekarang masih dipertahankan. Hal itu tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim," katanya. Ia juga menyayangkan putusan majelis hakim konstitusi yang mengembalikan masalah itu kepada DPR RI. "Seharusnya MK yang melakukan koreksi terhadap UU itu," katanya. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008