Tokyo (ANTARA News/Reuters) - Krisis finansial global mengakibatkan permintaan pada barang-barang Jepang dari Amerika Serikat dan Eropa turun sehingga pertumbuhan ekspor Jepang turun tipis pada September dibanding setahun sebelumnya. Hal tersebut telah mendorong munculnya spekulasi bahwa bakal ada penurunan tingkat suku bunga lagi. Pengiriman mobil ke Amerika Serikat turun, demikian pula permintaan dari negara-negara ekonomi bertumbuh sehingga muncul kekhawatiran bahwa ekonomi Jepang yang sangat tergantung pada ekspor itu kemungkinan menuju ke arah resesi, meskipun para ekonom melihat ada sedikit pertumbuhan di kuartal ketiga. Harga saham-saham Jepang turun tujuh persen setelah Wall Street turun ke tingkat terendah dalam lima tahun terakhir di tengah kekhawatiran resesi di Amerika Serikat, sementara yen menguat terhadap euro ke tingkat tertinggi dalam lima tahun. Perdana Menteri Jepang Taro Aso menyebut pergerakan harga saham dan kurs itu berlebihan. "Harga-harga saham di New York turun kemarin, tetapi harga itu naik di banding hari sebelumnya. Kami sebaiknya tidak resah atas pergerakan saham," katanya kepada pers. Bank-bank sentral utama di seluruh dunia secara bersama-sama menurunkan tingkat suku bunga pada bulan ini guna mencoba mencegah krisis meluas. Tetapi bulan ini Bank of Japan (BOJ) tidak bergabung dalam paya itu karena menilai suku bunganya telah rendah dan pasar uang Jepang sudah relatif tenang. Ekspor Jepang tumbuh hanya 1,5 persen pada September atau lebih rendah dari prediksi sebelumnya 5,2 persen, demikian data Kementrian Keuangan menunjukkan, Kamis. Agustus lalu angka ini hanya naik 0,3 persen di mana saat itu Jepang mencatat defisit perdagangan pertamanya dalam hampir 26 tahun karena melonjaknya harga minyak sehingga nilai impor pun naik, sebaliknya permintaan luar negeri untuk barang-barang buatan Jepang melemah. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008