Banda Aceh (ANTARA News) - Kantor Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat di kawasan Lampaseh, Kota Banda Aceh, sekitar pukul 02.30 WIB Kamis digranat oleh orang yang belum diketahui identitasnya.
"Kami melihat dua sepeda motor melaju dari arah utara ke ujung lorong di depan kantor sekitar 15 menit setelah ledakan," kata Husri (48), salah seorang anggota KPA yang berada di lokasi pada saat kejadian, di Banda Aceh, Kamis.
Menurut pengakuan Husri, ia bersama tiga rekan lainnya, yaitu Asnawi (25), Yusuf (38) dan Munadir (24), yang menginap di kantor KPA sedang tidur saat kejadian dan terkejut mendengar ledakan. Namun mereka tidak berani keluar dan hanya melihat dari dalam kantor.
Granat tersebut menyebabkan dinding berlubang dan beberapa kaca jendela kantor KPA pecah, selain itu dua unit mobil jenis Toyota Avanza dan Daihatsu Taft dengan plat BK 1220 LC rusak akibat serpihan granat.
Bahkan mobil Daihatsu yang jaraknya hanya semeter dari tempat jatuhnya granat sempat terangkat akibat ledakan dan keempat bannya pecah.
Kepala Kepolisian Kota Besar (Kapoltabes) Banda Aceh, Kombes Pol Ilsaruddin, yang berada di lokasi mengatakan dari olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) ditemukan pin granat dan serpihannya, namun belum dapat ditentukan jenis granat karena harus diselidiki oleh laboratorium kriminal (Labkrim).
"Kita belum bisa menentukan jenis granat, tapi dari keterangan saksi memang ledakan agak keras," kata Kapoltabes.
Dia menyebutkan, pelemparan granat itu hampir sama dengan kasus serupa yang menimpa rumah mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakkir Manaf pada September lalu.
Jurubicara KPA, Ibrahim bin Syamsuddin, mengutuk aksi pengranatan ini dan berkesimpulan peristiwa ini dan sejumlah peristiwa lainnya, termasuk pembakaran kantor Partai Aceh di sejumlah daerah merupakan suatu penyerangan politik.
"Kami benar-benar mengutuk peristiwa ini karena di saat masyarakat Aceh sudah merasakan damai, masih ada kejadian seperti ini," tambahnya.
Dia menilai masih ada pihak-pihak yang belum ikhlas dengan perdamaian yang sudah tercipta sejak ditandatanganinya kesepakatan damai (MoU) Helsinki.
Ibrahim berharap aparat kepolisian dapat menangkap pelaku, karena sangat disayangkan hingga saat ini pelaku dari beberapa kasus sebelumnya belum ada yang dapat ditangkap. (*)
Copyright © ANTARA 2008