Kabar baiknya, pekerjaan informal yang selama ini menjadi basis utama pekerja migran Indonesia, itu merupakan pekerjaan yang tidak bisa diganti mesin atau robot

Jakarta (ANTARA) - Ekonom lembaga kajian INDEF Berly Martawardaya meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan para tenaga kerja migran, agar dapat diberdayakan di sektor-sektor strategis di mancanegara.

"Dengan begitu, tenaga migran asal Indonesia yang dikirim ke luar negeri tidak hanya dipekerjakan untuk bidang-bidang seperti asisten rumah tangga saja, tapi juga bisa di bidang kerja terampil lainnya," kata Direktur Penelitian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya dalam keterangan tertulis dari Diskusi Reboan "Buruh Migran Indonesia dari Perlindungan ke Grand Design Skill Worker" untuk memperingati Hari Pekerja Migran Idi Kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu (18/12).

Menurut Berly, Indonesia seharusnya belajar dari India yang banyak mengirim tenaga kerja terampil.

Bahkan, kata Berly, kini banyak dokter atau peneliti asal India yang bekerja di berbagai negara lain seperti Amerika Serikat (AS).

"Indonesia perlu dorong pekerja migran medium dan 'high skill', khususnya ke Asia Timur, Eropa dan AS," ujarnya.

Baca juga: Pemkab Lebak minta warga waspadai calo tenaga kerja migran

Menurutnya, para pekerja yang hendak dikirim ke luar negeri perlu mendapatkan pelatihan kerja dan tersertifikasi, bahkan sertifikasi internasional.

"Jadikan pekerja migran sebagai jangkar dan pintu bagi pekerja dan ekspor masa depan. Pekerja migran sebagai pahlawan devisa dan pembangunan," ujarnya.

Di kesempatan yang sama, Presiden DPP Konfederasi Sarbumusi, Saiful Basri Anshori, mengatakan untuk menciptakan tenaga kerja terampil, hal pertama hal yang harus diperhatikan adalah kapabilitas perekrutan pekerja.

"Jangan lagi ada manipulasi umur, pendidikan dan sebagainya sehingga mudah bagi kita untuk melatih mereka. Selama ini kita sering menemukan adanya pemalsuan dokumen calon tenaga kerja migran," ujarnya.

Proses pelatihan pun harus memiliki standarisasi yang diakui secara nasional maupun internasional. Maka dari itu, pemerintah disarankan mengoptimalkan peran Balai Latihan Kerja.

"Selama ini mereka hanya ingin mendapatkan sertifikat saja, bahkan cenderung dibuat palsu. Nah itu harus diperbaiki semua. Oleh karena itu, kita harus manfaatkan BLK (Balai Latihan Kerja) secara optimal sehingga mereka benar-benar siap, mempunyai kemampuan untuk dikirim ke luar negeri, baik dari sisi pengetahuan maupun skill-nya," katanya.

Baca juga: 499 ribu pekerja migran Indonesia dilindungi jaminan kecelakaan kerja

Selain itu, Saiful juga menekankan agar pemerintah fokus dalam pemetaan sektor kerja bagi para tenaga migran.

Lebih jauh, menurut Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo, pemerintah Indonesia perlu menyiapkan transformasi tata kelola migrasi tenaga kerja yang sebelumnya bersifat sentral menjadi desentralisasi atau tersebar.

Transformasi ini membutuhkan kesiapan dari pemerintah daerah, mulai dari provinsi, kabupaten atau kota hingga pada tingkat desa. Namun demikian hingga saat ini juga belum ada langkah signifikan dalam proses transformasi ini.

Programmer Officer dari Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) Irham Ali Saifudin mengatakan, ada beberapa faktor perubahan yang harus dicermati dalam konteks pekerja migran. Pertama adalah globalisasi yang membuat kegiatan ekonomi antarnegara saling terkait. Kedua, mengenai pertumbuhan teknologi informasi.

"Kabar baiknya, pekerjaan informal yang selama ini menjadi basis utama pekerja migran Indonesia, itu merupakan pekerjaan yang tidak bisa diganti mesin atau robot," ujarnya.

Baca juga: Ombudsman : ada enam maladministrasi pelayanan publik pekerja migran
Baca juga: Indonesia tingkatkan jumlah pekerja migran profesional di Kuwait

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019