Jakarta (ANTARA News) - Para geolog internasional sepakat bahwa semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur adalah "mud volcano" yang merupakan produk remobilisasi sedimen dan aliran fluida di wilayah cekungan bumi yang lemah, karena itu semburan itu tidak bisa ditutup.Untuk itu, harus segera ada kerja sama dan saling berbagi data agar penyimpulan pemicu semburan lumpur itu menjadi benar, kata Dr. Christopher Jackson, geolog dari Imperial College London, seperti dikutip siaran pers Lapindo Brantas Inc di Jakarta, Rabu.Kesepakatan itu muncul dalam konferensi bertema "Subsurface Sediment Remobilization And Fluid Flow in Sedimentary Basins" yang diselenggarakan The Geological Society di London, Inggris, Rabu. Dalam siaran pers itu dikatakan, selama ini, beberapa geolog internasional seperti Richard Davies dari University of Durham, Inggris, Mark Tingay dari University of Adelaide, Australia, dan Michael Manga dari University of California, Berkeley, AS, menyimpulkan bahwa semburan lumpur itu dipicu oleh kegiatan pengeboran sumur Banjar Panji I (BJP I) milik Lapindo Brantas Inc. Davies juga yakin bahwa lumpur itu adalah sebuah "mud volcano" yang merupakan hasil remobilisasi sedimentasi laut jutaan tahun lalu. Dalam konferensi tersebut, geolog PT Energi Mega Persada, Bambang Istadi, yang menjadi pembicara asal Indonesia, menegaskan bahwa semburan lumpur itu bukan disebabkan oleh "underground blowout". "Ini berdasarkan empat fakta yang ada pada data autentik yang dimiliki Lapindo," kata Bambang. Menurut Bambang, data rekaman tes temperatur dan sonan selama 50 hari terhadap sumur BJP I menunjukan hasil menolak fenomena "blowout". Analisa suhu pada kedalaman 9000 kaki sumur adalah 140 derajat F, sedangkan suhu fluida di atas permukaan justru 200 derajat F. "Ini membuktikan bahwa sumur tidak terkoneksi dengan lumpur yang menyembur. Juga berdasarkan tes sonan tidak ada suara bising di dalam sumur," jelas Bambang. Fakta-fakta berikut yang diungkapkan Bambang adalah tidak ada luberan, gas, "steam" (uap air), ataupun lumpur yang keluar dari sumur BJP ketika dibuka. Kemudian, melalui proses "re-entry" diketahui bahwa mata bor tidak jatuh, walau semburan yang berjarak 200 meter dari sumut BJP I, itu sudah berlangsung satu setengah bulan. "Bila terjadi underground blowout, pasti mata bor itu jatuh karena material lumpur yang keluar sudah jutaan ton," ungkap Bambang seeprti dikutip siaran pers itu. Fakta lain yang diungkap Bambang adalah tidak ditemukan "systhetic oil based drilling" dalam tes diberbagai titik survei semburan. "Semua fakta menunjukkan sumur BJP I masih sehat dan tidak terkoneksi dengan semburan," jelasnya. Sementara itu, Richard Davies, yang juga menjadi penyelenggara konferensi tersebut, mengaku terkejut atas temuan itu. Dia langsung merespons dengan menyediakan diri bekerja sama dengan pihak Lapindo Brantas. "Saya baru pertama kali ini bertemu dengan Bambang Istadi, ya di London ini," ucapnya. Perdebatan teknis antar geolog dunia mengenai semburan lumpur itu akan berlanjut pada konferensi internasional di Cape Town, Afrika Selatan, pada 26 - 29 Oktober 2008, yang diselenggarakan American Association of Petroleum Geologists (AAPG).(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008