Banda Aceh (ANTARA) - Jaksa penuntut umum menolak nota pembelaan mantan Bupati Simeulue Darmili yang menjadi terdakwa korupsi penyertaan modal Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue (PDKS).

Penolakan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Umar Assegaf dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Rabu.

Baca juga: Mantan Bupati Simeulue didakwa korupsi penyertaan modal PDKS

"Kami menolak dan membantah nota pembelaan terdakwa. Kami menegaskan tetap pada tuntutan yang dibacakan pada sidang sebelumnya," kata JPU.

Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Darmili dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair enam bulan penjara.

Baca juga: Majelis hakim tolak eksepsi mantan Bupati Simeulue

Selain itu, jaksa juga menuntut terdakwa Darmili membayar uang pengganti Rp3,8 miliar. Jika uang pengganti tidak dibayar, JPU menuntut harta benda terdakwa yang disita berupa rumah beserta tanah dan dua unit mobil untuk dilelang.

JPU Umar Assegaf menyebutkan nota pembelaan yang disampaikan terdakwa maupun penasihat hukumnya tidak berdasar. Fakta persidangan ditemukan bukti bahwa terdakwa melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan.

Baca juga: Majelis hakim tunda sidang korupsi mantan Bupati Simeulue

"Kami memohon majelis hakim menjatuhkan hukuman sama seperti tuntutan yang kami sampaikan, karena fakta persidangan terungkap tindak pidana yang dilakukan terdakwa," kata JPU Umar Assegaf.

Sebelumnya, terdakwa Darmili yang menjabat Bupati Simeulue 2002-2007 dan 2007-2012 meminta majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi membebaskan dirinya dari dakwaan korupsi.

Baca juga: Mantan Bupati Simeulue dituntut lima tahun penjara

Terdakwa Darmili menegaskan dirinya tidak melakukan korupsi penyertaan modal PDKS. Kerugian PDKS hanya kesalahan operasional bukan karena korupsi.

"PDKS merugi karena tidak adanya pabrik kelapa sawit. Saya sebagai bupati terus berupaya mencari dana untuk membangun pabrik hingga akhirnya masa jabatan periode kedua berakhir," kata terdakwa.

Terdakwa mengatakan PDKS didirikan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Simeulue yang saat itu kondisi perekonomiannya memprihatinkan. Perusahaan tersebut bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit.

"Perusahaan didirikan untuk mengantisipasi masyarakat bergabung dengan separatis. Saat itu, Aceh sedang berkonflik. Dengan adanya perusahaan sawit tersebut, ribuan warga Simeulue ditampung bekerja," kata Darmili.

Terdakwa Darmili menyebutkan dirinya difitnah. Kasus yang menderanya lebih kepada karena politis. Sejumlah pihak ikut terlibat menjatuhkannya serta berupaya memasukkan dirinya ke penjara.

"Jadi, kasus yang saya alami murni karena fitnah dan politis. Oleh karena itu, saya memohon majelis hakim membebaskan saya dari semua dakwaan," kata Darmili.

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019