Ada beberapa hal yang masih menjadi catatan dan itu perlu proses, tidak semudah membalikkan telapak tangan
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto menyebutkan bahwa kualitas dan harga menjadi alasan industri hilir baja dalam negeri lebih memilih produk impor ketimbang baja dalam negeri.
"Pertama harga, kemudian kualitas. Ada beberapa hal yang masih menjadi catatan dan itu perlu proses, tidak semudah membalikkan telapak tangan," kata Harjanto ditemui usai menyampaikan Kuliah Umum tentang Baja Lokal vs Baja Impor di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Kementerian BUMN - KS bahas usulan penyehatan industri baja nasional
Harjanto menyampaikan, terdapat dua jenis baja yang digunakan di Indonesia, yakni baja untuk kebutuhan konstruksi dan baja untuk teknik atau engineering.
Menurut Harjanto, jenis baja untuk kebutuhan teknik yang banyak digunakan untuk industri otomotif hingga elektronika, merupakan jenis yang lebih banyak diimpor ketimbang baja konstruksi.
"Alasannya memang di dalam negeri tidak ada. Ada juga yang memang sudah ada, namun spesifikasinya belum memenuhi. Sehingga harus diimpor, karena skala ekonominya juga menjadi pertimbangan," ujar Harjanto.
Untuk itu, lanjut dia, Kemenperin tengah mengembangkan sebuah jaringan bernama Sistem Baja Nasional (SIBANA) yang akan mengakomodir berbagai jenis baja yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri dan yang belum tersedia.
"Jadi, kami membangun networking antara suplier dengan konsumen melalui SIBANA, karena kadang kan bisa saja terjadi proses importasi karena mereka tidak tahu bahwa produknya ada di dalam negeri, atau tidak kenal," papar Harjanto.
Pada dasarnya, tambah Harjanto, industri hilir baja akan memilih bahan baku baja dari dalam negeri apabila kualitas dan harganya sesuai. Selain itu, produk yang dipasok dari dalam negeri memiliki beberapa kelebihan lain.
"Dari sisi harga mereka pasti berhitung, kalau impor mereka akan gambling dengan kurs, kalau dari dalam negeri kan tidak. Kemudian, dari sisi inventory, impor kan harus dalam jumlah besar, sedangkan dari dalam tidak. Sehingga kalau dihitung-hitung tetap lebih murah barang dari dalam negeri," ujar Harjanto.
Kendati demikian, Harjanto menyadari bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah, untuk meningkatkan kualitas, menekan harga, hingga menekan biaya logistik.
"Ini memang menjadi pr bersama, tidak bisa hanya dari Kementerian Perindustrian saja. Perlu dari pelaku usaha maupun akademisi," pungkas Harjanto.
Baca juga: Cegah polemik industri baja, Kemenperin bangun basis data Sibana
Baca juga: Kunjungan kerja perdana, Menperin terbang ke Jepang dan Korsel
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019