Dwi merupakan alumni salah satu kampus pendidikan di Malang,
Jakarta (ANTARA) - Seorang guru honorer di Malang yakni Dwi Hariyadi menjadi tukang sampah untuk menambah penghasilannya.
Hal itu dikarenakan upahnya sebagai guru honorer tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalam keterangan tertulis dari lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT), setiap pagi Dwi menuju tempat pembuangan sampah sementara di samping Velodrom Malang.
Meski mempunyai penghasilan yang rendah,namun rasa syukur membuat semuanya menjadi tercukupi. Pria asal Probolinggo itu telah merantau ke Malang sejak tahun 1990-an.
Dwi merupakan alumni salah satu kampus pendidikan di Malang. Sejak semester dua jenjang pendidikan tinggi, Dwi menjadi tukang sampah demi melanjutkan pendidikannya dan memenuhi kebutuhan hidupnya di perantauan.
Baca juga: Guru meninggal dunia saat isi rapor elektronik di Garut dikenal baik
"Karena jadi tukang sampah ini juga, saya bisa sampai lulus kuliah. Jadinya saya teruskan sampai sekarang,” kata Dwi di Malang, Selasa.
Saat ini, Dwi mengajar di salah satu sekolah dasar negeri di Malang, Jawa Timur. Menjadi seorang guru adalah cita-citanya, walau tak bisa melepaskan pekerjaan sampingan sebagai tukang sampah.
Setiap hari selepas mengumpulkan sampah di pemukiman warga dan dibawa ke Tempat Penampungan Sampah (TPS) yang tak jauh dari Velodrom Malang, Dwi bergegas menuju sekolah tempatnya mengajar.
Dengan pakaian rapi, ia mengajar ratusan muridnya. Ia mengaku tak pernah malu dengan pekerjaannya sebagai guru sekaligus sebagai tukang sampah.Gajinya yang masih rendah sebagai guru honorer membuat Dwi tetap mempertahankan pekerjaannya sebagai tukang sampah.
Baca juga: Cerita Staf Khusus Presiden pernah disindir guru karena jualan
Dari pekerjaan sebagai tukang sampah itu, Dwi menghidupi istri dan menyekolahkan ketiga anaknya. Menurut Dwi menjadi seorang guru merupakan pekerjaan yang sangat mulia. Walau digaji rendah, Dwi tetap bersyukur selama ini ia menganggap menjadi guru adalah tabungan amal.
"Guru dan tukang sampah tidak ada hubungannya, Saya menjadi guru secara profesional, dan menjadi tukang sampah sebagai tambahan pendapatan bagi keluarga,“ jelas bapak tiga anak ini.
Dwi berharap dirinya dan ribuan guru honorer lainnya dapat menjalani kehidupan yang lebih baik lagi.
"Tidak ada orang hebat tanpa adanya guru, maka dari itu, bagi guru-guru di luar sana yang masih bergaji rendah tetaplah berjuang di jalan pendidikan,” pesan guru yang turut menerima bantuan biaya hidup dari program Sahabat Guru Indonesia oleh Global Zakat-ACT itu.
Untuk itu, ACT mengajak masyarakat untuk berdonasi melalui https://www.indonesiadermawan.id/campaign/70/untuk-guru-yang-tak-lelah-mengajar-meski-upah-di-bawah-standar.
Baca juga: Polbangtan-MSM Belanda berikan penguatan kemampuan guru SMK di NTT
Pewarta: Indriani
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019