Saya minta, bapak, ibu, tetap tenang saat berladang, jangan terpancing untuk aksi kekerasan atau lainnya, karena itu bisa masuk kriminal,

Jakarta (ANTARA) - Puluhan petani Cianjur, Jawa Barat, menemui Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra untuk mengadukan permasalahan sengketa lahan pertanian mereka.

"Saya minta, bapak, ibu, tetap tenang saat berladang, jangan terpancing untuk aksi kekerasan atau lainnya, karena itu bisa masuk kriminal," kata Surya Tjandra memberikan saran kepada puluhan petani Cianjur di Gedung Kementerian ATR/BPN Jakarta, Selasa.

SuryaTjandra mengatakan bahwa lahan milik negara bisa saja dikembalikan kepada masyarakat untuk diolah, namun itu semua memerlukan prosedur yang tepat serta waktu yang tidak singkat.

"Lahan itu nanti memang bisa dikembalikan kepada masyarakat, namun tidak bisa dijual, hanya dikelola untuk pertanian saja, namun ada proses dan aturan. Jadi bersabar," kata Wamen ATR/BPN.

Sementara itu koordinator petani Cianjur Moch Jamhur mengatakan bahwa para petani saat ini tidak memiliki lahan, sebab tanah seluas 900 hektare masih dimiliki oleh PT Hardjasari untuk ditanami teh dan karet dengan HGU sampai 2024.

Sedangkan perusahaan tersebut, menurut Jamhur, sudah tidak beroperasi sejak 2002 sehingga masyarakat tidak memiliki pencaharian sama sekali.

Tuntutan masyarakat adalah agar tanah tersebut tidak diperpanjang HGU-nya dan tanah dikembalikan kepada negara, kemudian oleh negara diserahkan kepada masyarakat melalui koperasi atau koordinasi dengan pemerintah daerah.

Perwakilan petani Cianjur menemui Wamen ATR/BPN Surya Tjandra sejak pukul 15.15 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Mereka mendiskusikan solusi atas konflik agraria di desa mereka. Para petani itu mewakili 947 petani dari empat desa (Cibokor, Cimenteng, Cinta Asih, dan Kanoman) yang menggarap lahan terlantar sejak tahun 90-an.

Baca juga: Menteri ATR catat 8.959 sengketa lahan

Baca juga: Penyelesaian sengketa lahan sawit harus jadi prioritas pemerintah

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019