Jakarta (ANTARA) - Selama tiga tahun terakhir pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta memiliki tren yang sangat positif, namun pada 2019 mengalami penurunan walau tetap diprediksi di angka enam persen.
Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta mengharapkan pada 2020 kinerja ekonomi bisa bertahan di angka enam persen.
"Untuk tahun 2020, kami berharap agar kinerja ekonomi Jakarta tetap terjaga dan kondusif dengan harapan bahwa prestasi yang diraih dalam tiga tahun terakhir mampu tetap dipertahankan," kata Ketua Umum DPD Hippi DKI Jakarta Sarman Simanjorang dalam "Review Ekomomi Jakarta 2019 dan Outlook 2020" di Jakarta, Selasa.
Pada 2016, kinerja perekonomian Jakarta sebesar 5,85 persen, memasuki 2017 naik sebesar 6,22 persen. Walaupun ada penurunan pada 2019 akan tetapi masih berada di angka 6,17 persen.
Artinya kinerja ekonomi Jakarta mengalami produktivitas yang positif.
Pada 2019, pertumbuhan ekonomi Jakarta walaupun mengalami sedikit penurunan, dipastikan tetap bercokol di angka 6 persen dengan melihat pertumbuhan ekonomi triwulan I sebesar 6,23 persen. Kemudian triwulan II sebesar 5,72 persen dan triwulan III sebesar 6,07 persen.
"Sedangkan triwulan IV dengan naiknya konsumsi rumah tangga menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru diperkirakan sebesar 6.00 persen," kata Sarman.
Baca juga: Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I-2019 capai 6,23 persen
Kondisi ini, lanjut dia, sangat berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang yang trennya tidak sesuai harapan. Pada 2016 sebesar 5,02 persen, tahun 2017 sebesar 5,07 persen.
Berlanjut tahun 2018 sebesar 5,17 persen dan tahun 2019 pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan sebesar 5,1 persen dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang ada.
"Ekonomi nasional pada triwulan I sebesar 5,07 persen, triwulan II sebesar 5,05 persen dan triwulan III sebesar 5,02 sedangkan triwulan IV diperkirakan di angka 5,1 persen," kata Sarman.
Tren kinerja ekonomi Jakarta yang positif ini, diketahui terpengaruh oleh kemampuan Pemprov DKI Jakarta mengelola harga pokok pangan yang stabil.
Hal itu untuk menjaga konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat yang terjaga sehingga tingkat inflasi juga selalu terkendali.
Baca juga: BI Jakarta proyeksikan pertumbuhan regional 6-6,4 persen pada 2019
Berbagai program bantuan yang diberikan pemerintah kepada berbagai kalangan masyarakat melalui berbagai kartu yakni Kartu Jakarta Sehat, Kartu Jakarta Pintar, Kartu Pekerja, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul dan lain-lain dipastikan tepat sasaran yang mendorong daya beli masyarakat tetap stabil.
Sentimen Perpindahan
Di sisi lain, kepercayaan investor menanamkan modalnya di DKI Jakarta juga sangat tinggi. Hal bisa dilihat dari pencapaian target investasi triwulan III tahun 2019 yang menembus angka Rp41,1 triliun sebagai Indikator Jakarta masih memiliki daya tarik bagi investor di tengah sentimen perpindahan ibu kota.
"Tentu hal ini juga tidak luput dari pelayanan perizinan yang semakin terukur dan memiliki kepastian dan iklim usaha yang kondusif," katanya.
Hippi melihat beberapa sektor yang mengalami kelesuan atau tekanan sepanjang tahun 2019 adalah sektor ritel dan properti. Bisnis ritel tertekan akibat maraknya bisnis daring dan adanya pengiritan belanja masyarakat.
Sedangkan sektor properti, di samping karena sentimen perpindahan ibu kota, juga dikarenakan masyarakat kelas menengah yang cenderung menahan uangnya untuk berinvestasi di tengah gejolak ekonomi global dan nasional yang tidak stabil.
"Namun demikian untuk di Jakarta kondisi kedua sektor ini masih belum berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta, namun tidak tertutup kemungkinan tahun depan 2020 dapat mempengaruhi," kata Sarman.
Baca juga: Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta 2018 di atas enam persen
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019