Jakarta (ANTARA News) - Perbankan menghindari penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan dan properti, walaupun penyaluran kredit baru pada kuartal terakhir atau ke-empat tahun 2008 diperkirakan akan meningkat. Survey Kredit Perbankan Bank Indonesia yang diperoleh di Jakarta, Senin, lebih jauh merinci industri pengolahan yang kucuran kredit perbankannya berkurang diantaranya tekstil dan garmen, sedangkan sektor properti mencakup pembangunan mal atau pusat-pusat perbelanjaan. Selain tekstil dan garmen, perbankan juga akan menghindari menyalurkan kredit ke sektor pengolahan kayu. Bank menganggap, industri pengolahan tekstil dan garmen dalam negeri mendapat tekanan persaingan kuat dari China, selain tidak ingin terkait dalam kegiatan pembalakan liar di industri pengolahan kayu. Alasan bank menghindari sektor pembangunan pusat perbelanjaan adalah karena menganggap pembangunan di sektor ini sudah kelebihan pasokan sehingga penyaluran kredit ke usaha tersebut berisiko tinggi. Menurut Ekonom PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk Ryan Kiryanto, sebenarnya bank tidak menghindari membiayai sektor industri pengolahan, namun pembiayaan ke sektor ini sudah terlalu besar dan dominan sehingga bank terpikir untuk mengalihkan ke sektor lain yang masih memberikan ruang ekspansi lebih besar. "Sektor pengolahan dianggap sudah terlalu banyak menyerap kredit, sementara perubahan lingkungan global kian menekan sektor ini akibat tingginya harga minyak dan beban operasional. Jadi perbankan hanya mengerem saja pembiayaan ke sektor pengolahan dan dialihkan kucurannya ke sektor yang relatif tahan banting terhadap krisis global," jelasnya. Sektor-sektor yang menurut bank masih menjanjikan adalah yang berbasis sumber daya alam, seperti pertanian. "Bagaimanapun bank akan lebih selektif dan 'prudent' (hati-hati) sebelum kredit diputuskan untuk dikucurkan," ingatnya. Berdasarkan hasil survey perbankan pada kuartal III/2008, permintaan terhadap kredit baru menunjukkan peningkatan dibanding kuartal sebelumnya. Permintaan kredit baru ini masih didominasi kredit modal kerja dan kredit konsumsi untuk pembelian kendaraan bermotor. Selain itu, kredit perbankan juga akan dibanjiri permintaan dari sektor pertambangan, maupun pertanian. Data dari BI mengungkapkan, secara sektoral, mayoritas permintaan kredit baru akan berasal dari jasa dunia usaha, pertambangan dan penggalian, perdagangan, hotel dan restoran. Untuk kredit investasi, mayoritas responden yang disurvey mengatakan realisasi kuartal III/2008 meningkat dengan angka netto tertimbang 92,6 persen, atau naik tipis dari kuartal sebelumnya yang 91,8 persen. Dari seluruh permintaan kredit baru yang disetujui perbankan, sebagian besar dari kelompok nasabah lama (60 persen). Jumlah aplikasi permohonan kredit yang ditolak rata-rata 19,8 persen, juga turun tipis dibanding kuartal sebelumnya yang 20 persen. Hasil survey lainnya menunjukkan bahwa target/ekpektasi pemberian kredit baru pada kuartal IV/2008 akan meningkat yang ditunjukkan dengan angka tertimbang 72,2 persen. Secara nominal, rata-rata target pertumbuhan kredit baru mencapai 3,8 persen atau turun dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 9,5 persen. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya pengetatan likuiditas di pasar, semakin kompetitifnya persaingan usaha dan kebijakan suku bunga tinggi yang mempengaruhi pertumbuhan kredit. Sementara pemberian kredit investasi pada kuartal IV/2008, mayoritas responden masih cukup optimistis dan memperkirakan penyalurannya mengalami peningkatan dengan angka netto tertimbang 90,9 persen atau meningkat dibandingkan kuartal III/2008 sebesar 84,2 persen. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008