Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan, dirinya tidak tahu menahu adanya pengajuan peninjauan kembali (PK) dan putusan ditolaknya peninjauan kembali (PK) obligor BLBI, Samadikun Hartono oleh Mahkamah Agung (MA). "Kok ada PK, saya belum tahu. Siapa yang mengajukan PK, PK kan jaksanya harus hadir," katanya, di Jakarta, Senin. Sebelumnya dilaporkan, permohonan PK Komisaris Utama Bank Modern, Samadikun Hartono, ditolak MA hingga dirinya tetap divonis empat tahun penjara sama dengan putusan tingkat kasasi MA. Jaksa Agung menyatakan kalau pengajuan PK itu kan harus dihadiri pemohon (Samadikun). "Tapi saya baru tahu ada PK ditolak, nanti saya pelajari," katanya. Samadikun Hartono --pengemplang dana BLBI sebesar Rp1,7 triliun itu-- sampai sekarang belum diketahui keberadaannya, setelah putusan kasasi MA 2003 yang menetapkan empat tahun penjara. Saat itu, Hendarman Supandji sebagai Plt Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). Bahkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Pusat --saat itu--, Salman Maryadi, mengakui jika Samadikun Hartono telah mendaftarkan PK tersebut pada 7 Juli 2003. Seperti diketahui, bos Group Modern itu tersangkut kasus penyelewengan dana BLBI sebesar Rp169 miliar pada 1997. Atas perintahnya dana BLBI sebesar Rp11 miliar digunakan untuk membayar surat berharga ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun putusan majelis hakim PN Jakpus pada 5 Agustus 2002, membebaskan terdakwa dari kasus dana BLBI tersebut. Kemudian tim jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan kasasi ke MA, dan MA pada 6 Juni 2003 mengabulkan kasasi JPU serta menyatakan terdakwa bersalah dalam kasus penyelewengan dana BLBI itu dengan dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun. Majelis kasasi menilai Samadikun Hartono terbukti bersalah menyalahgunakan dana BLBI, hingga membatalkan putusan PN Jakpus. Ketika akan dieksekusi oleh jaksa, Bos Group Modern itu melarikan diri dan kuasa hukumnya mengajukan PK atas putusan di tingkat kasasi. Namun di tingkat PK, majelis hakim menguatkan putusan sebelumnya dengan empat tahun penjara. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008