Cilacap (ANTARA News) - Rencana eksekusi bagi tiga terpidana mati kasus Bom Bali I, Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, kini mencuat kembali setelah lebih dari sebulan tidak menjadi bahan pembicaraan.Sebelumnya, Jaksa Agung, Hendarman Supandji sempat menyatakan eksekusi Amrozi dkk akan dilaksanakan sebelum umat Islam menjalankan ibadah puasa ramadhan, pada 1 September 2008.Namun, keputusan tersebut direvisi dengan pernyataan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) AH Ritonga yang menyebutkan eksekusi akan dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri, Oktober 2008.Menurut dia, penundaan eksekusi tersebut dilakukan hingga memperoleh waktu yang tepat dan telah dilaporkan kepada Jaksa Agung pada Senin (25/8)."Pernyataan jaksa agung tidak definitif, hanya harapan sebelum masuk bulan puasa. Ternyata, dengan pengkajian-pengkajian yang dilakukan, waktunya tidak tepat," kata dia di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu lalu (27/8). Kini, Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana akan mengumumkan eksekusi Amrozi dan kawan kawan pada 24 Oktober 2008 mendatang. "Kepastian hari H eksekusi Amrozi diumumkan oleh jaksa agung pada 24 Oktober 2008," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan, di Jakarta, Senin (13/10). Kapuspenkum mengatakan, pengumuman eksekusi itu terkait untuk menepis anggapan bahwa Kejagung sengaja menunda-nunda eksekusi terhadap Amrozi dan kawan kawan itu. Ketika ditanya apakah pengumuman itu setelah pelaksanaan eksekusi, Jasman menolak menjawabnya. Pertanyaan tersebut muncul berdasarkan sejumlah eksekusi yang dilakukan selama tahun 2008, selalu dilakukan pada Jumat dini hari. Padahal tanggal 24 Oktober 2008 adalah hari Jumat. Dengan demikian, sejumlah pertanyaan pun muncul, benarkah tanggal tersebut akan diumumkan hari H eksekusi atau justru pengumuman telah dilaksanakannya eksekusi bagi Amrozi dkk. Pertanyaan lain juga muncul, apakah mungkin tanggal tersebut untuk mengumumkan penundaan eksekusi bagi tiga terpidana mati itu atas dasar keamanan negara. Namun untuk pertanyaan yang terakhir tersebut sangat kecil kemungkinan terjadinya lantaran Jaksa Agung, Hendarman Supandji menyatakan pelaksanaan eksekusi terpidana mati kasus Bom Bali I, tetap dilaksanakan pada 2008. "Masalah eksekusi Amrozi akan dilaksanakan pada 2008," katanya, di Jakarta, Jumat (10/10). Ia juga menepis adanya anggapan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) sengaja menunda-nunda pelaksanaan eksekusi mati itu. "Tidak ada ditunda, tidak pernah saya menunda," katanya. Sementara mengenai akan adanya ancaman keamanan eksekusi, Kapuspenkum Jasman Pandjaitan mengatakan, hal itu merupakan kewenangan polisi. "Soal keamanan merupakan kewenangan polisi," kata dia, di Jakarta, Senin (13/10). Terkait dengan hal itu, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso menyatakan bahwa eksekusi bagi tiga terpidana mati kasus bom Bali 2002 tetap harus dilakukan sehubungan hal tersebut merupakan amanat undang-undang. "Siapapun tak bisa menggagalkan eksekusi untuk Amrozi dan kawan-kawan sehubungan hukuman mati bagi mereka telah memiliki kekuatan hukum yang tetap," kata Bambang Hendarso, di Denpasar, Rabu (15/10). Menurut dia, Polri sebagai pelaksana di lapangan masih menunggu keputusan dari Kejaksaan Agung selaku eksekutor. Sebagai pelaksana di lapangan, kata dia, pihaknya telah menyiapkan regu tembak terlatih yang sewaktu-waktu siap dikerahkan. Ditanya apakah kesiapan itu dilakukan di jajaran Polda Jateng atau Polda Bali, dia enggan menyebutkannya. "Pokoknya ada regu yang telah kita siapkan, dan bisa digerakkan ke mana-mana sesuai permintaan eksekutor," kata dia menegaskan.Uji Materiil Sementara itu, Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM), Achmad Michdan menyatakan, belum saatnya kliennya yakni Amrozi dkk menjalani eksekusi karena aturan yang diterapkan tidak sesuai. "Kami berpendapat bahwa belum saatnya klien kami dieksekusi berdasarkan pemahaman kami terhadap penggunaan undang-undang teroris yang diterapkan kepada mereka," kata Achmad Michdan, di Cilacap, Jumat (17/10). Menurut dia, pihaknya berupaya agar proses hukum yang dihadapi kliennya dapat berjalan dengan baik tanpa bertentangan satu dengan lainnya karena kliennya dikenakan peraturan perundang-undangan yang sekarang menjadi UU Teroris. Ia mengatakan, buat apa diberlakukan "legal standing" sebagai syarat mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu, kata dia, TPM masih mencermati pelaksanaan eksekusi dengan cara ditembak sesuai UU Nomor 2/PPNS/1964 yang saat ini masih diuji materiil di MK. "Insya Allah tanggal 21 Oktober sudah ada keputusan uji materiil," katanya. Disinggung mengenai kemungkinan adanya penolakan dari Mahkamah Konstitusi terkait uji materiil terhadap UU No.2/PPNS/1964, dia mengatakan, pihaknya akan terus "follow up" hal tersebut. Mengenai rencana Kejaksaan Agung mengumumkan eksekusi bagi Amrozi dkk pada 24 Oktober mendatang, dia mengatakan, terhadap kasus yang dihadapi kliennya harus dilakukan sesuai hukum benar karena masalah ini dicermati internasional termasuk mahkamah dan amnesti internasional. Bahkan, menurut dia, kliennya menyatakan jika eksekusi dilaksanakan akan melahirkan sosok mereka yang baru. "Klien kami menyatakan, jika eksekusi dilaksanakan, akan lahir Amrozi-Amrozi, Mukhlas-Mukhlas, maupun Imam Samudra yang baru," kata Achmad Michdan. Ia mengatakan, kliennya menyatakan siap mati tetapi bukan untuk dieksekusi karena mereka berjuang untuk Islam. Menurut dia, kliennya menjalani proses hukum yang tidak sesuai sehingga jika eksekusi tersebut dilakukan akan memunculkan sosok mereka yang baru. "Mereka tidak mau eksekusi dilakukan dengan proses hukum yang salah," katanya. Bahkan, kata dia, kliennya maupun keluarga hingga saat ini belum menerima secara resmi salinan penolakan terhadap peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Amrozi dan kawan-kawan. Terkait masalah eksekusi, menurut dia, di Indonesia terdapat lebih dari 100 terpidana mati yang belum dieksekusi. "Bahkan, ada yang menarik, di LP Batu ada terpidana mati yang telah puluhan tahun belum dieksekusi (Bahar Mattar, red.)," katanya.Tidak Memikirkan Sementara itu, tiga terpidana mati tersebut justru mengaku tidak terlalu memikirkan rencana eksekusi yang akan mereka hadapi. Imam Samudra mengaku tidak terlalu memikirkan rencana eksekusi mati tersebut karena masalah kematian merupakan urusan Allah sehingga dirinya pun siap lahir batin jika eksekusi tersebut jadi dilaksanakan. Namun jika eksekusi mati tersebut dilaksanakan, kata dia, pasti akan ada yang membalasnya. "Jika ada yang bunuh kami, Insya Allah akan ada pembalasan," kata Imam Samudra usai Salat Idul Fitri di LP Batu, Rabu (1/10). Dia mengaku tidak rela jika harus menjalani eksekusi dengan cara ditembak seperti yang biasa dilakukan di negara-negara kafir. "Kami tidak pernah ridho dengan tata cara hukum Belanda," kata dia menegaskan. Dia mengatakan, tidak peduli dengan konstitusi sehingga memilih berpindah tempat duduk saat pembacaan remisi bagi para narapidana penghuni LP Batu. Sementara mengenai pesan bagi keluarga, Imam meminta keluarganya agar terus bersabar karena eksekusi tersebut tidak akan dilaksanakan. "Pesannya sabar saja, wong tidak akan pernah dieksekusi kok," katanya. Imam Samudra yakin jika hal itu tidak bakal dilakukan terhadap dia bersama dua rekannya, Amrozi dan Mukhlas. Demikian pula dengan Amrozi yang mengaku tidak pernah memikirkan eksekusi. "Soal eksekusi, berfikir pun saya tidak pernah. Saya sekarang tanya, apakah Anda siap mati," katanya. Menurut dia, masalah kematian hanya Allah yang mengetahuinya dan kalau memang ada eksekusi, para eksekutornya akan dilaknat Allah. Dia merasa yakin jika dirinya dieksekusi, pasti akan ada yang membalasnya. Namun dia tidak mengatakan siapa yang akan membalas. "Tidak usah saya katakan siapa yang membalasnya," katanya. Bahkan, Mukhlas alias Ali Gufron mengatakan, eksekusi merupakan tindakan kriminal sehingga semua pihak yang terlibat akan dilaknat Allah. "Para eksekutor merupakan tentara taghut (setan) sehingga jika eksekusi dilaksanakan akan dilaknat Allah," katanya. Saat ditanya pesan-pesan terakhir sebelum menghadapi eksekusi, dia mengatakan, tidak ada yang terakhir. "Yang tahu akan dieksekusi hanya Allah, dan saya yakin orang-orang yang akan mengeksekusi saya akan dieksekusi Allah terlebih dahulu," kata dia menegaskan.Menikah Lagi Di saat rencana eksekusi bagi tiga terpidana mati kasus Bom Bali I tersebut ramai diperbincangkan, dua dari tiga terpidana tersebut yakni kakak beradik Mukhlas dan Amrozi justru menikah lagi. Amrozi yang telah beristri Khoiriyanah, justru rujuk kembali dengan istri pertamannya, Ria Rachmawati, pada Mei 2008 lalu. Bahkan, Amrozi juga berkeinginan untuk menikah lagi dengan alasan dalam hukum Islam boleh beristri empat orang. Menurut dia, jika tidak jadi dieksekusi dirinya akan menikah lagi. "Jika Allah memberikan umur panjang, saya ingin kawin lagi karena dalam Islam `kan` boleh punya istri empat orang," kata dia usai salat Idul Fitri di LP Batu, Rabu (1/10). Disinggung mengenai calon istri ketiganya karena dia telah memiliki dua istri, yakni Rachmawati dan Khoriyana, Amrozi justru menunjuk Ustaz H. Hasan A. Makarim yang menjadi imam dan katib dalam salat tersebut. Menurut dia, Ustaz Hasan A. Makarim mengetahuinya. "Ustad ini yang tahu," kata dia menegaskan. Secara terpisah, Ustaz Hasan A. Makarim mengaku tidak mengetahui perempuan yang ingin dinikahi Amrozi. "Ketika Amrozi menunjuk ke saya saat dia bilang akan menikah lagi, saya benar-benar tidak tahu perempuan yang dimaksudnya," kata dia di Cilacap, Senin (6/10). Mengenai keinginan Amrozi untuk menikah lagi dibenarkan salah satu kakak Amrozi, Jafar Shodiq. "Amrozi ingin menikah lagi. Bahkan, dua lagi karena dalam Islam boleh punya istri empat orang," kata dia usai dari Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Jumat (17/10). Namun dia tidak menyebutkan siapa perempuan yang akan dinikahi Amrozi. Menurut dia, banyak perempuan yang ingin menjadi istri Amrozi. Sementara itu Mukhlas tidak mau kalah dengan adiknya, Amrozi. Dia ternyata telah menikah lagi meski telah beristri Paridah binti Abas yang tinggal bersama anak-anaknya di Malaysia. "Mukhlas memang telah menikah lagi dengan seorang wanita bernama Khasanah," kata Koordinator TPM, Achmad Michdan, di Cilacap, Jumat (17/10). Menurut dia, pernikahan tersebut dilakukan secara perwakilan di Lamongan pada pertengahan bulan Ramadan (September) yang lalu. Bahkan, Khasanah juga turut dalam rombongan keluarga ke Nusakambangan, Jumat (17/10), sehingga kedatangannya merupakan pertemuan yang pertama dengan Mukhlas, setelah menikah. Sementara itu salah satu kerabat Mukhlas, Malik Tanoyo membenarkan adanya pernikahan antara Mukhlas dengan Khasanah. Namun dia tidak menyebutkan nama kerabat Mukhlas yang mewakili pernikahan tersebut. "Wanita tersebut merupakan mantan santri Mukhlas," katanya. Sebelumnya, saat kunjungan sebelum Ramadan, Sabtu (30/8), ibunda Mukhlas, Hj. Tariyem sempat menyatakan hendak menikahkan anaknya. Namun Tariyem tidak menyebutkan siapa yang hendak menikah, Mukhlas atau Amrozi sehingga sempat muncul dugaan kedatangan keluarga saat itu hendak merayakan pernikahan kedua (rujuk) antara Amrozi dengan Ria Rachmawati yang saat rujuknya diwakilkan oleh kerabat Amrozi.Doa Ibu Dalam kehidupan ini, doa seorang ibu selalu diharapkan anaknya karena sering kali dikabulkan oleh Tuhan Yang Mahaesa. Bahkan, sosok ibu yang selalu mendoakan keselamatan anaknya tanpa diminta oleh sang anak. Demikian pula dengan ibunda Mukhlas dan Amrozi, Hj. Tariyem yang menyatakan belum rela anaknya dieksekusi mati. "Saya belum rela mereka dieksekusi," kata dia saat hendak membesuk anak-anaknya yang mendekam di LP Batu, Sabtu (30/8). Tariyem berharap anak-anaknya dapat bebas dari hukuman dan pulang ke kampung halamannya di Tenggulung, Lamongan, Jawa Timur. Harapan yang sama juga disampaikan ibunda Imam Samudra, Embay Badriyah, saat hendak membesuk anaknya yang mendekam di LP Batu, Jumat (17/10). Embay Badriyah yakin jika anaknya tidak akan dieksekusi karena Allah akan membukakan pintu kebenaran. "Saya berharap bisa membebaskannya. Saya berkeyakinan Imam Samudra tidak akan dieksekusi karena dia adalah `jundullah` (tentara Allah)," katanya. Menurut dia, sebagai tentara Allah, mereka (Imam Samudra, Amrozi, dan Mukhlas) pasti akan dibukakan pintu kebenaran oleh Allah. Untuk saat ini, kata dia, manusia hanya berdoa tetapi kalau itu terjadi (eksekusi, red.) adalah takdir. Ia mengatakan, kalau memang pertemuan kali ini merupakan yang terakhir (sebelum eksekusi, red.) akan dikembalikan kepada Allah karena hidup dan mati seseorang di tangan Allah. Sementara itu kakak Imam Samudra, Aliah mengatakan, sebuah keikhlasan tetap sulit karena umur manusia di tangan Tuhan bukan di tangan manusia. Namun apakah doa dan harapan para ibu ini mampu membebaskan anak-anaknya dari tiang eksekusi akibat perbuatan mereka (Amrozi dkk, red) yang menyebabkan 202 korban tewas dan 350 korban lain dari sejumlah negara menderita luka-luka. Kini, semua itu hanya tinggal menunggu kepastian pelaksanaan eksekusi yang akan diumumkan Kejaksaan Agung pada 24 Oktober mendatang.(*)

Oleh Oleh Sumarwoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008