Jakarta (ANTARA News) - Gerakan pro-kemerdekaan Papua di Inggris yang menamakan dirinya International Parliamentarians for West Papua (IPWP atau Parlemen Internasional Papua Barat) didalangi oleh seorang warga Papua yang kini menjadi buronan Polri karena kasus kriminal. "Pelopor IPWP adalah warga Papua bernama Benny yang kabur dari penjara tahun 2000 karena terlibat kasus penyerangan Polsek Abebura. Ia kabur ke Inggris," kata Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol Sulistyo Ishak di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan, sejak kabur tahun 2000, Polri telah meminta bantuan Interpol untuk menangkapnya. "Polri terus berupaya menangkap Benny baik lewat Interpol dan jalur lainnya," katanya. Sebelumnya, pada 15 Oktober 2008, kelompok pro-kemerdekaan Papua, FWPC (Free West Papua Campaign), di depan gedung parlemen Inggris meluncurkan International Parliamentarians for West Papua (IPWP). Dalam peluncuran itu, ada dua orang anggota parlemen dari luar Inggris yang hadir yakni dari Papua New Guinea dan Vanuatu sedangkan anggota parlemen Inggris yang hadir adalah tiga anggota yang selama ini dikenal pendukung pro kemerdekaan Papua. Kegiatan di dalam gedung parlemen tidak mendapat perhatian dari anggota parlemen yang lain, kalangan media dan publik tidak masuk dalam agenda kegiatan House of Common dan tidak tercatat dalam pengumuman di lobi gedung parlemen. Mereka menggelar demonstrasi dengan menyanyi dan menari di luar gedung parlemen Inggris dengan tujuan untuk mendapat dukungan dalam gerakan Papua merdeka. Sulistyo Ishak mengatakan IPWP adalah kelompok ilegal di Inggris karena tidak terdaftar di instansi yang berwenang. "Polri telah melakukan cek dengan instansi yang berwenang di Inggris yang menyatakan gerakan itu tidak dikenal," katanya. Pada 16 Oktober 2008, sekelompok orang yang tergabung dalam Panitia Nasional Parlemen Internasional untuk Papua Barat melakukan aksi unjuk rasa di depan Museum Papua, Waena, Kota Jayapura untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka meminta agar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang menyatukan Papua ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia ditinjau kembali. Mereka pun menilai pelaksanaan UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua telah gagal. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008