"Periode Januari-Oktober 2018, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.160 triliun sedangkan Januari-Oktober 2019 hanya Rp1.173 triliun. Artinya, penerimaan perpajakan hanya naik 1,12 persen (yoy)," kata Mucharam dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Namun, ujar dia, beruntung penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terealisasi cukup baik, mencapai 88 persen dari target. Pada APBN-2019, PNBP ditargetkan Rp378 triliun.
Baca juga: Dirjen Pajak sebut pertumbuhan penerimaan pajak cukup berat pada 2019
Hanya saja, lanjutnya, porsi PNBP terhadap penerimaan negara tidak cukup signifikan karena PNBP hanya berkontribusi sekitar 17 persen terhadap pendapatan negara.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu juga mengingatkan, rata-rata shortfall penerimaan pajak pun semakin meningkat tiap tahunnya. Sepanjang 2010-2014 hanya Rp46,4 triliun per tahun; sedangkan tahun 2015-2019 rata-rata shortfall mencapai Rp96,4 triliun per tahun.
"Ini jelas, konsekuensi dari shortfall penerimaan pajak terlihat dari meroketnya utang. Bebannya cukup terekam dari peningkatan belanja cicilan bunga utang. Porsinya semakin dominan dalam struktur belanja negara. Saat belanja cicilan utang naik, maka porsi belanja lain cenderung menurun. Hal itu terlihat dari penurunan porsi belanja modal terhadap belanja negara," kata dia.
Baca juga: DJP optimalkan penerimaan lewat perluasan basis pajak pada 2020
Sebagaimana diwartakan, pengamat ekonomi dari Center for Strategic and International Studies, Fajar Hirawan, mengatakan, sentimen global yang dinilai mendorong perekonomian dunia lesu, justru menjadi momentum perbaikan kinerja dalam negeri sehingga penerimaan negara dapat ditingkatkan.
"Logikanya jika memang kinerja ekonomi Indonesia cukup stabil, seharusnya akan banyak capital inflow yang masuk ke tanah air dan diharapkan akan berdampak positif terhadap penerimaan negara," katanya.
Baca juga: Realisasi pajak 2019 diperkirakan Rp1.361 triliun-Rp1.398 triliun
Untuk itu, ia mendorong agar tim ekonomi pemerintah untuk fokus mengurus sentimen di dalam negeri. Pajak, lanjut dia, merupakan sektor dominan yang berkontribusi di atas 75 persen penerimaan negara.
Untuk mendongkrak penerimaan pajak, Fajar mengimbau pemerintah memberikan prioritas terhadap perbaikan administrasi perpajakan termasuk digitalisasi.
Kemudian, pengembangan cakupan sektor pajak, peningkatan kapasitas otoritas perpajakan, serta edukasi pajak bagi obyek pajak. Penerimaan negara berupa pajak dari sektor digital, kata dia, berpeluang besar menambah pundi-pundi kas negara.
Baca juga: Dirjen Pajak: Penurunan harga minyak beri tekanan penerimaan PPh migas
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga telah meminta reformasi perpajakan harus dilakukan untuk mendukung pembangunan ekonomi.
"Saya minta reformasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak terus dilakukan mulai dari perbaikan administrasi, peningkatan kepatuhan, penguatan basis data dan sistem informasi perpajakan," kata dia, saat membuka rapat terbatas bertopik "Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian" di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (22/11).
Ia juga meminta menterinya mengawal konsistensi dan keberkaitan antara reformasi perpajakan di tingkat pusat dengan pembenahan pengaturan pajak dan retribusi daerah.
Selain itu, implementasi insentif perpajakan dinilai Kepala Negara penting dilakukan untuk mendukung peningkatan daya saing, penciptaan lapangan kerja.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019