Jakarta (ANTARA News) - Anggota masyarakat mengajukan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji ke Mahkamah Konstitusi (MK), di Jakarta, Kamis. Pemohon uji materi UU tersebut, yakni, Boyamin Saiman yang juga menjabat sebagai koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Abdul Rochim. Keduanya kecewa dengan pengelolaan ibadah haji oleh pemerintah. Pasal yang diujimaterikan itu, yakni, Pasal 1 angka (8), (11), (17), (18), Pasal 11 angka (2), (3), (4), (5), Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 32 ayat (1), (2), (3), serta Pasal 47 sampai Pasal 62. Boyamin Saiman menyatakan uji materi itu lebih tertuju pada masalah panitia penyelenggaraan haji, biaya penyelenggaraan ibadah haji, keimigrasian, dan pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU). "Keempat masalah itu menjadi persoalan bagi pelaksanaan haji selama ini," katanya. Khususnya DAU, kata dia, selama ini pengelolaannya tidak berdampak pada masyarakat yang akan ibadah haji, seperti, tiket yang terus naik. "Sebaiknya DAU itu dimasukkan ke dalam kas Negara atau sebaliknya dikembalikan kembali ke jamaah. DAU itu kan jelas uang jamaah haji," katanya. Kemudian soal panitia penyelenggara haji, selama ini setiap tahunnya berganti-ganti pengelolanya dalam bentuk badan, akibatnya setiap tahun pula berbeda cara pengelolaannya hingga terjadi kasus "kelaparan". "Kalau di negara lain seperti Malaysia, badan yang mengelola ibadah haji itu dikontrak selama 10 tahun," katanya. Ia juga menyinggung soal paspor haji yang hanya berlaku satu tahun, akibatnya tidak efisien. "Sudah semestinya bagi warga Negara yang sudah memiliki paspor biasa (warna hijau) tidak diharuskan lagi mendapat paspor haji, karena hal ini sebagai bentuk pemborosan dan bentuk kepemilikan dokumen ganda yang tentunya tidak sesuai asas umum ketentuan yang berlaku," katanya. "Karena itu, saya menuntut dicabut dan tidak berlaku lagi pasal-pasal tersebut, karena bertentangan dengan UUD 1945," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008