Angka tersebut berasal dari total Rp700 triliun investasi eksisting di Indonesia yang belum juga terealisasi karena terhambat masalah di dalam negeri, mulai dari perizinan hingga lahan.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengklaim berhasil menyelesaikan Rp128 triliun potensi investasi yang realisasinya terhambat dalam dua bulan kepemimpinannya di lembaga tersebut.
"Jadi BKPM dalam dua bulan ini sudah menyelesaikan Rp128 triliun potensi investasi yang (nantinya) pada 2020 mulai realisasi," katanya di Jakarta, Jumat.
Angka tersebut berasal dari total Rp700 triliun investasi eksisting di Indonesia yang belum juga terealisasi karena terhambat masalah di dalam negeri, mulai dari perizinan hingga lahan.
"Jadi utang saya masih ada Rp500 triliun lagi dari lebih dari Rp700 triliun potensi investasi," imbuhnya.
Bahlil menegaskan sisa Rp500 triliun potensi investasi yang belum terealisasi itu merupakan akumulasi potensi investasi yang ingin didorong agar bisa mulai terealisasi.
Baca juga: Bahlil kumpulkan pengusaha tekstil, cari solusi dongkrak daya saing
Namun, mantan Ketua Umum Hipmi itu mengaku belum bisa memastikan kapan total Rp500 triliun itu bisa rampung seluruhnya karena penyelesaian rumitnya realisasi investasi juga terkait dengan kewenangan di daerah.
"Tapi target Pak Presiden tidak boleh lebih dari 2020. Pak Presiden memerintahkan bulan tujuh (Juli) harus clear. Makanya kami berusaha semaksimal mungkin mewujudkannya," imbuhnya.
Bahlil mengaku akan melakukan pantauan langsung ke salah satu lokasi investasi yang tengah mengalami masalah. Misalnya, ke lokasi pengelolaan kawasan industri di Batam.
"Besok kami akan lihat potensi Rp60 triliun pengelolaan kawasan industri di Batam. Kemarin juga PLTU di Jawa Barat kami selesaikan," pungkasnya.
Bahlil Lahadalia sebelumnya menyebut sebanyak Rp700 triliun investasi antre masuk ke Indonesia namun masih terkendala berbagai masalah domestik.
Baca juga: Mantan bos Bank Dunia ini ingin investasi infrastruktur di Indonesia
Nilai investasi tersebut yakni dalam bentuk investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI).
"FDI ini sudah di depan pintu. Tapi tidak bisa masuk dan berinvestasi ke dalam negeri sebab masalah-masalah sepele dan klasik, berputar-putar, izin-izin, rekomendasi, regulasi perpajakan, dan ketersediaan lahan," katanya.
Antrean investasi sebesar Rp700 triliun itu berasal dari 24 perusahaan yang siap masuk ke berbagai sektor usaha.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019