Seoul, (ANTARA News) - Korea Utara pada hari Kamis mengancam untuk mengakhiri semua hubungan dengan Korea Selatan yang selama ini adalah sumber terbesar untuk bantuan dan dana mereka. Hal itu terjadi beberapa hari setelah Korea Utara berjanji akan melanjutkan pembongkaran instalasi nuklir mereka dan kembali kepada kesepakatan gencatan senjata, menyusul langkah Amerika Serikat yang mencabut Korea Utara dari daftar hitam negara pendukung terorisme dan mencabut beberapa sanksi perdagangan. "Jika kelompok pengkhianat tetap menempuh jalan konfrontasi ugal-ugalan dengan DPRK (Korea Utara), mencoreng martabat meskipun telah berkali-kali diperingatkan, hal ini akan mendorong suatu keputusan yang sulit, termasuk membekukan seluruh hubungan Korea Utara dan Korea Selatan," tulis suratkabar partai komunis Korea Utara di dalam komentarnya, merujuk pada Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak. Media pemerintah Korut secara berkala melempar penghinaan dan cercaan kepada Lee, namun komentar yang terakhir ini sama dengan bentuk suatu peringatan yang dikeluarkan April lalu, yang kemudian disusuli dengan pemutusan dialog langsung oleh Korea Utara dan pengusiran terhadap beberapa pejabat Korea Selatan dari taman pabrik patungan kedua negara di perbatasan Korea Utara. Kompromi dalam kesepakatan nuklir dengan China, Jepang, Rusia, Korea Selatan dan AS telah memberikan banyak peluang kepada Korea Utara untuk mengetuk pintu perdagangan dan keuangan internasional. Korea Utara berjanji akan mengizinkan para inspektur internasional untuk memeriksa klaim-klaim yang dibuatnya tentang program nuklir, setelah AS mencabut namanya dari daftar hitam negara penyokong terorisme. Sikap Korea Utara yang membaik di dunia luar diduga akan membantu meningkatkan industrinya yang lumpuh, dan bisa mempermudah para investor luar negeri untuk mengetuk kekayaan mineral yang dimilikinya. "Maksud Korea Utara adalah jika Korea Selatan tidak mengubah kebijakan menjadi menguntungkan Korut, maka hal ini akan membuat perundingan nuklir menjadi terkucilkan termasuk upaya untuk lebih dekat dengan AS," kata Koh Yu-hwan, profesor pengkajian masalah Korea Utara pada Universitas Dongguk. Korea Utara, dengan ekonomi yang tidak sampai tiga persen dibandingkan Korea Selatan, tampaknya menderita pengurangan bantuan secara drastis dari tetangganya yang kaya itu, sejak Lee tampil berkuasa pada Februari lalu dan menjanjikan investasi besar serta bantuan asalkan Korut berhenti berusaha membentuk persenjataan nuklir. Namun Pyongyang menolak tawaran tersebut, suatu langkah yang menurut para analis mencerminkan ketakutan pemerintah otokratik itu terhadap arus besar kalangan bisnis Korea Selatan, yang akan mengancam genggaman salah satu negara yang masyarakatnya paling bungkam di seluruh dunia itu. Para analis juga mengatakan, bahwa Pyongyang mungkin saja berharap kompromi nuklir terakhirnya itu akan membuka pintu untuk melakukan bisnis internasional, dan membuat pihaknya kurang tergantung kepada Korea Selatan. Pemerintah Lee telah meminta Korea Utara untuk mengadakan perundingan-perundingan bilateral, dan melanjutkan proyek-proyek kemanusiaan seperti perjumpaan-kembali bagi ratusan ribu keluarga setelah mereka terpisah oleh Perang Korea pada 1950-1953, yang secara resmi tidak pernah berakhir. Para pejabat Korea Selatan mengatakan bahwa Seoul siap untuk meningkatkan proyek-proyek kerjasama jika Korea Utara mengulurkan tangannya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008