Jakarta (ANTARA News)- Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, meminta Bank Indonesia (BI) agar mencegah bank-bank asing melakukan spekulasi, karena dapat membuat pasar menjadi panik dan pada gilirannya membuat rupiah terpuruk. "BI harus terus mengkontrol kegiatan bank-bank asing itu agar rupiah tidak lebih terpuruk. Apalagi, posisi mata uang lokal itu sudah mencapai angka Rp9.800 per dolar AS," kata pengamat yang juga Dirut PT Finance Corpindo di Jakarta, Kamis. Apabila BI tidak melakukan pengawasan lebih ketat, katanya, rupiah sebelumnya diperkirakan akan sudah mencapai angka Rp10.000 per dolar AS. Posisi rupiah pada level Rp9.800 per dolar AS juga sudah memberikan tanda bahwa rupiah dalam waktu dekat akan bisa mencapai Rp10.000 per dolar AS. Karena itu, BI diminta terus memantau kegiatan bank-bank asing itu. Rupiah sempat menguat pada awal BI melakukan pengawasan, karena bank-bank itu juga khawatir akan mendapatkan sanksi dari kegiatan valas yang berlebihan. "Kami optimis BI akan terus melakukan pengawasan dan melakukan pendekatan dengan bank-bank asing dalam upaya mencegah tidak mencapai angka Rp10.000 per dolar AS," ucapnya. Keterpurukan rupiah yang berlanjut akibat krisis keuangan global sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan, sehubungan hampir semua mata uang utama Asia juga terpuruk, yang menunjukkan bahwa semua pasar terkena dampak negatif dari krisis tersebut. Masalahnya, tekanan negatif itu bukan akibat dari fundamental ekonomi Indonesia yang terpuruk sehingga rupiah melemah, meski BI sejauh ini tetap melakukan intervensi pasar agar rupiah tetap berada pada koridor, tuturnya. Ia mengatakan, gejolak ekonomi global yang terus mengarah ke resesi menimbulkan kekhawatiran. Karena itu, pelaku pasar cenderung memegang dolar AS yang kembali menekan rupiah sehingga melemah. "Kami memperkirakan rupiah akan kembali melemah karena tekanan negatif pasar masih tinggi dan kepercayaan pelaku pasar terhadap dolar AS masih besar," ucapnya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008