Jakarta, (ANTARA News) - Setelah melalui beberapa kali pembahasan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2009 akhirnya disepakati sebesar 6,0 persen dengan mempertimbangkan perlambatan laju pertumbuhan perekonomian dunia, serta mempertahankan prioritas-prioritas pembangunan yang telah direncanakan dalam RKP (Rencana Kerja Pemerintah) 2009. Dalam rapat kerja Panitia Anggaran DPR dan pemerintah yang diwakili Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, serta Gubernur BI Boediono di Jakarta, Rabu malam, juga disepakati beberapa asumsi lainnya, yaitu inflasi 2009 6,2 persen, nilai tukar Rp9.400 per dolar AS, tingkat bunga SBI 3 bulan 7,5 persen dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) 80 dolar AS per barel. "Maka PDB (Produk Domestik Bruto-red) secara nominal ditargetkan sebesar Rp5.327,537 triliun," kata Ketua Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan, Suharso Monoarfa. Dengan perubahan asumsi dasar tersebut, katanya, maka pendapatan negara dan hibah pada 2009 disepakati sebesar Rp982,725 triliun, dengan penerimaan perpajakan sebesar Rp725,843 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp55,946 triliun. Suharso mengatakan, penurunan asumsi ICP dari usulan pemerintah, 85 dolar AS per barel telah menyebabkan turunnya penerimaan negara dari pajak penghasilan (PPh) migas dan PNBP migas hingga masing-masing sebesar Rp4 triliun dan Rp16,46 triliun. Sedangkan belanja negara disepakati sebesar Rp1.035,457 triliun, yang terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp731,660 triliun, pembayaran bunga utang Rp101,657 triliun, subsidi energi Rp103,568 triliun, risiko fiskal Rp15,765 triliun, tambahan anggaran pendidikan Rp30,202 triliun, dan transfer ke daerah sebesar Rp300,677 triliun. "Panja sepakat untuk melakukan penghematan belanja negara sebesar Rp7,899 triliun untuk mengurangi target pembiayaan anggaran 2009," kata Suharso. Dia menjelaskan, pembayaran bunga utang, terdiri atas pembayaran bunga utang dalam negeri Rp69,34 triliun, dan bunga utang luar negeri Rp32,317 triliun. "Berdasarkan perhitungan tersebut, maka disepakati besaran defisit tahun 2009 adalah Rp53,732 triliun atau 1,0 persen dari PDB," kata Suharso. Sedangkan untuk membiayai defisit tersebut, panja menyepakati pembiayaan dari dalam negeri sebesar Rp62,180 triliun, dan pembiayaan luar negeri sebesar negatif Rp9,448 triliun. "Setelah mempertimbangkan kondisi krisis keuangan global yang berimbas pada perekonomian Indonesia, panja menyepakati untuk mengurangi target penerbitan surat berharga negara (SBN) neto menjadi sebesar Rp54,719 triliun," katanya. Sedangkan jika dalam pelaksanaannya, pasar keuangan tidak dapat menyerap rencana SBN yang akan diterbitkan pemerintah dan/atau biaya penerbitan menjadi mahal, tambahnya, maka pemeritnah dapat menggunakan alternatif pembiayaan yang berasal dari pinjaman tunai bilateral dan multilateral dengan mengupayakan biaya yang paling efisien. "Panja juga meminta BI wajib membeli SBN jangka pendek yang diterbitkan pemerintah pusat," katanya. Atas kesepakatan tersebut, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya mengakui bahwa pembahasan asumsi ini sangat sulit mengingat perubahan situasi di dunia yang sagat drastis, dramatis serta fundamental. "Kami beri contoh harga minyak saat membahas kerangka ekonomi makro pada Maret lalu 140 dolar AS. Waktu kami tulis nota keuangan harganya 130 dolar AS. Waktu mulai bahas dengan Panggar, sudah turun jadi 110 dolar AS. Sekarang saat baru menyelesaikan panja A untuk postur APBN sudah turun 80 dolar AS. Jadi sembari membahas dengan Panggar, harga minyak yang selalu kita asumsikan dan prediksikan berubah sangat dramatis seperti `roller coaster`," kata Menkeu. Namun demikian, Menkeu menganggap kompromi politik yang dicapai dalam bentuk asumsi-asumsi ekonomi makro tersebut cukup realistis untuk digunakan dalam penghitungan APBN 2009. Bagi pemerintah, kata Sri Mulyani, kompromi politik yang tercermin pada target pertumbuhan ekonomi 6,0 persen menjadi sinyal bahwa pemeritnah bersama DPR tidak ingin laju pertumbuhan ekonomi cepat di atas 6 persen sejak 2007 tetap terjaga, meskipun dalam situasi seperti ini. "Sinyal yang harus diberikan bersama oleh pemerintah dan DPR dalam desain APBN 2009 kepada konstituen politik, konstituen pasar serta masyarakat domestik dan internasional adalah bahwa Indonesia masih optimis secara hati-hati dan tetap wapada dalam menghadapi situasi krisis yang terjadi," katanya. Terkait rencana pemotongan pagu indikatif belanja kementerian lembaga (KL), Sri Mulyani mengatakan pihaknya masih akan melakukan kajian dengan melihat seluruh komponen belanja, terutama yang diangap bisa dpotong karena tidak akan mengganggu program utama KL dan bisa dilihat sebagai penghematan yang bijaksana, seperti perjalanan dinas, belanja barang, seminar dan rapat kerja. "Dan bahkan di Departemen Keuangan dan kemungkinan di kementerian lainnya, penghematan atas pengeluaran listrik. Pembayaran listrik kami sejak Agustus turun 30-40 persen," katanya Dia juga meminta agar anggaran untuk bantuan langsung tunai (BLT) 2009 yang akan berlangsung selama 3 bulan dan anggaran Program Nasional Pemberdayaan masyarakat (PNPM) dapat dipertahankan, meskipun ada fraksi yang menginginkan kedua anggaran tersebut direalokasi ke program lain yang bersifat padat karya Sedangkan Gubernur BI, Boediono menyatakan pihaknya akan meningkatkan kerjasama dengan pemerintah dalam rangka mencapai seluruh asumsi dalam APBN tersebut.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008