Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyiapkan bukti untuk persidangan permohonan kembali (PK) kasus pembelian hak tagih (cessie) Bank Bali atas nama pemilik PT Era Giat Prima (EGP), Djoko Tjandra atau Tjan Kok Hui, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (22/10) mendatang.Sedangkan sidang PK yang digelar pada Rabu (15/10), berisikan jawaban/tanggapan dari Djoko Tjandra melalui kuasa hukumnya yang ditandatangani OC Kaligis, atas PK Kejagung.Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan, mengatakan, pihaknya menyiapkan salinan putusan kasasi MA dari tiga orang terdakwa, yakni, Pande Lubis (Wakil Ketua BTPN), Syahril Sabirin, dan Djoko Tjandra, yang saling bertentangan."Pande Lubis divonis, sedangkan Syahril Sabirin dibebaskan dan Djoko Tjandra dilepaskan," katanya. Ia mengatakan, berkas kasus ketiga terdakwa itu sama namun diputuskan oleh MA berbeda. Dalam putusan MA itu, Kejagung diharuskan mengembalikan uang sebesar Rp546,46 miliar kepada Djoko Tjandra, sebaliknya pada putusan terhadap Pande Lubis tidak memutuskan masalah uang tersebut yang menjadi barang bukti. "Karena itu, kita siapkan putusan kasasi MA dalam sidang berikutnya," katanya. Seperti diketahui, kasus ini berawal pada cessie antara PT Era Giat Prima (EGP) dan Bank Bali pada Januari 1999. Perjanjian itu ditujukan untuk mencairkan piutang Bank Bali di tiga bank (BDNI, BUN dan Bank Bira) senilai Rp3 triliun. Namun yang bisa dicairkan oleh EGP (setelah diverifikasi BPPN-red) hanya sebesar Rp904 miliar dari nilai transaksi Rp1,27 triliun (di BDNI). Pencairan piutang sebesar Rp904 miliar itu juga melibatkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang meminta BI melakukan pembayaran dana itu. Kasus ini mencuat setelah muncul dugaan praktik suap dan korupsi dalam proses pencairan piutang tersebut. Pada saat itu, Pande Lubis adalah Wakil Ketua BPPN, Syahril Sabirin menjabat Gubernur Bank Indonesia, dan Djoko Tjandra adalah pemilik EGP. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan membebaskan Djoko Tjandra pada 28 Agustus 2000. Majelis juga menyatakan uang sebesar Rp546,46 miliar dikembalikan kepada perusahaan milik Joko, PT EGP. Sedangkan uang sebesar Rp28,75 juta dikembalikan kepada Djoko sebagai pribadi. Atas putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi yang akhirnya ditolak oleh MA. Tersangka kedua, Pande Lubis juga dibebaskan majelis hakim PN Jakarta Selatan pada 23 November 2000. Namun demikian, pada tingkat kasasi, MA menganggap putusan itu salah dan mengganjar Pande empat tahun penjara. Putusan MA tersebut tidak membahas soal uang senilai RpRp546,46 miliar yang dijadikan barang bukti.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008