Yang ingin saya klarifikasi adalah tidak ada yang namanya larangan untuk impor CPO dari Indonesia. Ekspor CPO dari Indonesia sangat konstan. Kami memiliki pasar paling bebas untuk ekspor (CPO) Indonesia

Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket menegaskan bahwa tidak ada larangan impor minyak kelapa sawit (CPO) dari Indonesia bagi negara-negara anggota Uni Eropa.

"Kami telah sering membahas persoalan ini. Yang ingin saya klarifikasi adalah tidak ada yang namanya larangan untuk impor CPO dari Indonesia. Ekspor CPO dari Indonesia sangat konstan. Kami memiliki pasar paling bebas untuk ekspor (CPO) Indonesia," kata Dubes Vincet Piket.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dubes Uni Eropa untuk Indonesia dalam acara "European Union End of Year Media Gathering" di Jakarta, Rabu malam (11/12).

Uni Eropa mencatat bahwa impor CPO dalam lima tahun terakhir relatif stabil dengan rata-rata 3,6 juta ton atau 2,3 miliar euro per tahun. Selain itu, pangsa pasar CPO Indonesia di Uni Eropa tetap merupakan yang terbesar, yakni sekitar 49 persen.

Baca juga: Airlangga: Persoalan sawit jangan rusak hubungan dengan Uni Eropa

Vincent, yang belum lama ini dilantik pada November sebagai Dubes Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, mengakui bahwa persoalan minyak sawit setidaknya dalam dua tahun terakhir telah menjadi salah satu isu utama dalam hubungan antara pihak Uni Eropa dan Indonesia.

Namun, dia menekankan bahwa Uni Eropa tidak menerapkan kebijakan larangan impor minyak sawit, melainkan kebijakan energi berkelanjutan, di mana produk-produk biofuel yang masuk ke pasar Uni Eropa harus memenuhi standar dari kebijakan tersebut.

"Kebijakan tersebut juga berlaku untuk produk minyak sawit dari negara-negara lain, bukan hanya Indonesia. Semua produk dari negara lain yang tidak memenuhi standar kebijakan energi berkelanjutan kami, diberi perlakukan yang sama," jelasnya.

Baca juga: Presiden singgung diskriminasi sawit saat terima Dewan Bisnis UE-ASEAN

Vincent lebih lanjut menjelaskan bahwa penggunaan energi terbarukan adalah salah satu prioritas utama Uni Eropa saat ini.

Uni Eropa mulai tahun ini menerapkan Arahan Energi Terbarukan (RED II) dengan target pencapaian 32 persen energi terbarukan pada 2030.

Kesepakatan penerapan RED II dicapai oleh Komisi Eropa, Parlemen Eropa, dan Dewan Uni Eropa pada Juni 2018. RED II bertujuan untuk menemukan campuran energi yang tepat dalam hal energi terbarukan.

Terkait dengan penerapan kebijakan energi terbarukan itu, terjadi perselisihan antara Uni Eropa dan Indonesia, khususnya tentang penggunaan biodiesel yang dibuat dengan CPO.

Sehubungan dengan hal itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan pun menyatakan siap melayangkan gugatan terhadap Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pekan depan.

Dalam gugatan itu, Indonesia menuding Uni Eropa melakukan diskriminasi terhadap minyak sawit Indonesia dengan penerapan kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II).

Pemerintah RI menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara produsen sawit akan dirugikan atas penerapan kebijakan RED II yang melarang penggunaan minyak sawit sebagai bahan biofuel. Kebijakan Uni Eropa itu dinilai dapat menurunkan ekspor minyak sawit Indonesia ke pasar Uni Eropa.

Menanggapi rencana gugatan itu, Dubes Vincet mengatakan bahwa Uni Eropa perlu berdialog dengan Indonesia, Malaysia dan negara-negara lain produsen minyak sawit untuk membahas cara-cara produksi yang memenuhi standar kebijakan energi terbarukan Uni Eropa sehingga hubungan perdagangan bisa terus dilaksanakan.

"Kami meyakini bahwa proses dialog dapat mencapai konsensus antara kami (Uni Eropa) dengan Indonesia, Malaysia dan negara lain produsen minyak sawit. Karena tujuan kita pada akhirnya sama, yakni produksi minyak sawit dengan cara-cara yang mendukung keberlanjutan energi," ucapnya.

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019